Monster dan Kasih Sayang

Monster dan Kasih Sayang
Masih Menghisap Kasih Sayang Ibu Padahal Sudah Menjadi Monster

Senin, 30 Mei 2016

Belajar Terbang

Bagaikan burung yang belajar terbang untuk pertama kalinya. Sayap-sayapnya masih sangat lemah namun berlatih mengepak bukanlah hal yang salah. Belajar! Lalu saat itu juga sayapnya dipatahkan. Masihkah burung itu berani terbang lagi?

Burung itu sudah menunggu sejak lama waktu yang tepat untuknya melintasi lautan dan daratan. Dia pikir inilah saat yang tepat untuk melatih diri keluar dari kenyamanan. Ternyata dia belum siap. Belum siap melihat keindahan. Seperti itulah! Keindahan memerlukan seni sakit dan bangkit.

Apa yang terjadi? Bukan salah burung itu karena burung lainnya sudah bisa terbang di saat-saat seperti itu. Mereka juga mulai berlatih saat sayap-sayapnya masih lemah. Akan tetapi mengapa dengan burung itu?

Dia mencoba menyembuhkan sayapnya sendiri. Lalu berlatih terbang lagi. Berkali-kali. Burung-burung yang lain mengajarinya dan dia masih saja bernasib sama. Ternyata dia berbeda dengan burung-burung yang lainnya walaupun dia dari jenis yang sama. Masihkah lelah berusaha? Masihkah mengatakan semua burung itu sama? Bebas! Lalu dia punya cara sendiri. Dia merasakan nikmatnya keindahan setelah berkali-kali harus tersungkur di ranting yang keras dan batu yang tajam.

Minggu, 29 Mei 2016

Senyap Kalut Remuk

Akhir-akhir ini keramaian dan kesunyian melahirkan senyap. Baru-baru ini keramaian dan kesunyian memproduksi kalut. Dewasa ini keramaian dan kesunyian memancarkan remuk. Mereka sama saja dan tidak ada bedanya akhir-akhir ini, baru-baru ini, dewasa ini.

Tidak bisa merasakan apa yang sedang terjadi. Sepertinya rasa sudah mulai mati. Semuanya seperti harus ada logikanya. Sedangkan akhir-akhir ini, baru-baru ini, dewasa ini banyak orang dan sekitar membutuhkan rasa. Sepertinya perlu membubuhkan rasa dalam setiap perkara.

Peristiwa senang dan sedih silih berganti menghujam langkah kaki. Kadang harus berhenti dan kadang ingin selalu berlari. Padahal kita cukup jalan kaki.

Ada sesuatu yang bisa kita perbuat dan kadang ada sesuatu yang harus kita terima begitu saja. Terasa lemah dan tidak berdaya. Hanya butuh usaha dan kadang kala peneriamaan yang sulit sekali diterima. Semuanya berlalu dan kaki-kaki sudah mulai goyah padahal arah sudah ada di kepala.

Peristiwa! Begitulah akhir-akhir ini, baru-baru ini, dewasa ini.

Kamis, 26 Mei 2016

Ada Alasan

Ketulusan adalah bualan bedebah bila tidak ada kejelasan. Semakin kita tahu. Semakin kita bisa paham. Lalu di situlah ketulusan lahir. Tulus bukan berarti tidak ada apa-apa namun tubuh dan jiwa bersinergi dengan pikiran dan rasa. Lupakan.

Bukan tanpa alasan aku jatuh. Namun masih banyak alasan mengapa aku harus bangkit. Berdiri. Berjalan lagi. Tidak perlu berlari. Penikmat selalu saja seperti itu. Menikmati setiap sakit. Menikmati setiap kebahagiaan. Segalanya!

Sangat sulit memang. Bagaikan petinju yang mencium kanvas. Bukan ciuman mesra namun ciuman kebencian. Luluh lantah. Jatuh berdarah. Ada alasan! Petarung yang paling siap. Dialah yang akan selalu berdiri. Jatuh bukan alasan untuk mengakhiri.

Semuanya terjadi dan setiap orang akan punya cara untuk menjadi. Terjadilah suatu saat nanti. Penikmat akan tetap berjalan sampai saat pengakhiran itu tiba.

Berlaku Adil

Lebih baik kamu tidak lagi mengejarnya karena dia sudah tidak ingin kamu tangkap. Bila kamu mengejarnya tentu ini akan melelahkan untuknya karena dia juga akan terus berlari. Berhentilah mengejarnya. Biarlah dia berjalan seperti biasa lagi.

Biasanya dia memang berlari namun sebenarnya dia tidak sungguh-sungguh berlari. Dia menginginkan suatu ketika tertangkap oleh pengejar itu. Supaya semuanya berlangsung dramatis. Supaya menjadi cerita yang menarik. Dia melakukannya. Begitulah dia memainkan perannya.

Jadi bukan lagi saling menangkap karena dia punya cara sendiri untuk menangkap. Dikejar.

Tragis. Suatu hari dia memang ingin sungguh-sungguh  berlari. Pengejar memang tidak mengenal lelah dan dia terus saja berlari untuk mengejar. Dia pun berlari semakin kencang dan pengejar pun berlaku sama. Sampai suatu saat pengejar menjadi sadar bahwa keringat orang yang dikejar mengalir deras pada tanah. Jejak kakinya menjadi sangat jelas. Pengejar memahami bahwa dia sudah lelah.

Akhirnya pengejar membiarkan dia berjalan seperti biasa lagi dengan tidak mengejarnya. Komedi!

Rabu, 25 Mei 2016

Kekuatan Memaksa

Salah seorang temanku yang sangat jauh berkata padaku bahwa hal positifku bisa mempengaruhinya. Akan tetapi, mungkin bagimu aku sudah tidak lagi positif karena aku sudah tidak punya pengaruh lagi terhadapmu. Silakan.

Aku pernah mencoba memaksa orang lain tetapi aku sadar bahwa aku belum sempurna untuk memaksa diri sendiri. Sekarang aku sedang tidak ingin memaksa kecuali memaksa diriku sendiri untuk sampai batas yang tidak bisa aku jangkau lagi. Realitas selalu ada sangat jauh di atas bila mimpi tidak segera ditindaklanjuti.

Kadang memaksa diri sendiri membuat sadar bahwa pemaksaan itu untuk mencapai puncak yang tertinggi. Tolong bedakan pemaksaan diri dengan kebodohan yang tidak pernah terampuni. Memaksa bukan berarti tidak menyakiti atau tidak melukai. Memaksa juga bukan berarti melukai atau menyakiti. Memaksa bisa kamu rasakan sendiri.

Inilah cerita menarik tentang tubuhmu yang sudah sangat lama didiami oleh jiwamu. Hanya kamu yang tahu dan tidak ada satu rumus pun yang mengetahui hal itu. Kacamata dan cara pandang orang lain hanyalah celoteh kosong tanpa makna. Kembalilah pada dirimu. Satukanlah tubuh dan jiwamu. Paksakan diri. Bila cinta memang semuanya tidak akan pernah terpaksa.

Senin, 23 Mei 2016

Kebencian Tidak Akan Menjatuhkanmu

Menyadari di jalanan banyak yang melihatmu? Semoga mereka semua tidak mengintaimu. Tetap santai dan tetaplah waspada. Apa yang sebenarnya mereka harapkan? Apakah kamu bisa mengabulkan sehingga mereka selalu saja mengawasimu. Benar-benar seperti situasi di ruang ujian.

Langkah kaki tidak akan berhenti. Haruskah tidak peduli dengan sekitarmu karena semua orang semakin tega untuk menyakitimu. Pisau sudah siap menikammu bila kamu tetap santai bahwa dunia tidak melihatmu atau mempengaruhi segala gerak-gerikmu.

Bukan sebuah kisah tentang kewaspadaan tetapi pemahaman. Pemahaman yang harus terungkapkan sehingga memegang pisau pun mereka tidak akan berdaya. Melukaimu sama dengan melukai diri sendiri. Bahkan berpikir tentang pisau pun tidak akan pernah.

Ini kisah tentang kepedulian. Bukan penghakiman yang menginginkan semua keseimbangan. Bila harus tidak seimbang itu bukan masalah besar. Kebencian tidak akan menjatuhkanmu bila cinta sekitar sudah tertanam di dalam tubuhmu. Tinggal menumbuhkannya saja. Mereka akan melihatmu sebagai sebuah keindahan. Mereka mengharapkan terkabulnya harapanmu. Mereka menjagamu.

Minggu, 22 Mei 2016

Kita Saling Melihat

Ada juga yang buruk? Pasti.
Bila selalu baik itu tidak akan baik.

Ini adalah tentang kita. Bila malam datang matahari pun tidak sanggup berbuat apa-apa. Mungkin berbuat tetapi tidak terlihat. Akan tetapi buat apa harus berbicara tentang malam dan matahari? Ini tentang kita. Sedikit bercanda tetapi itulah teman mesra dari makian kita.

Adakah pertanyaan?

Apa yang berubah dan siapa yang mengubah? Pengubah seperti raja di dalam kisah ini tetapi bila itu menjadikan semuanya buruk apalah gunanya. Hanya perlu berdamai dengan diri sendiri dan kembali lagi untuk membuat banyak hal positif selagi semuanya masih ada.

Selalu saja harus dicoba untuk memberikan yang terbaik walaupun kadang orang-orang akan melihat itu tidak baik. Mungkin engkau juga merasa tidak baik?

Mata ini sudah dibutakan dengan masa-masa yang tidak kita inginkan. Semuanya menjadi tampak buruk. Caranya hanya ada satu. Bukalah lagi mata itu dan melihatlah dengan cara yang sama seperti dulu kita saling melihat.

Sabtu, 21 Mei 2016

Entah Batu Apa yang Melempariku

Sudah dini hari tetapi ini bukan untuk mengeluh. Bukan untuk duduk di sudut ruangan sambil meratap. Mungkin harus menggaruk tembok? Ataukah harus berkhayal dengan indah tentang semua hal yang bisa dibayangkan. Sambil sedikit tersenyum kutulis paragraf pertama ini.

Selama ini aku terbaring terlalu mengikuti hati sedangkan logika seperti bunuh diri karena tidak pernah lagi aku pedulikan. Seperti dilempari batu beberapa hari. Akan tetapi beberapa hari ini hanya merasa diam dan tidak ke mana-mana sambil merasakan sakit itu. Sekarang aku baru tahu bahwa realitas menunggu di depan. Masih aku tersenyum dalam paragraf ini.

Aku mulai mencintai semua hal yang aku lakukan tetntunya bukan hanya dengan perasan tetapi juga dengan logika. Ini seperti menyatukan khayalan dan realitas.

Sekarang aku tahu apa yang sebenarnya ada dan keberadaan itu harus aku nikmati tetapi langkah kaki memang tidak harus berhenti. Sepertinya seribu bayangan sudah ada di depan dan itu sangat dekat sekali dengan realitas. Sangat berharga. Tunggulah aku menyatukannya. Semoga ini membahagiakanmu dan membuatku tetap tersenyum pada paragraf-paragraf selanjutnya.

Senin, 16 Mei 2016

Tidak Perlu Basa-basi untuk Bangun

Mengawali dengan basa-basi. Sudah sangat basi. Segeralah berlaku sebelum tercium bau yang tidak sedap itu. Basi!

Kisah seorang remaja yang sudah mengijak kepala dua kadang masih terinjak-injak dengan sesuatu yang tidak seharusnya bisa mengijak. Kata pepatah jaman dulu yang masih belum terpatahkan bahwa sudah terlampau banyak makan garam di laut.

Seandainya batu di depanmu bisa menghafal. Tentu dia sudah hafal di mana kamu berdiri dan ke mana kamu akan melangkah. Setiap pagi dan setiap hari. "Kamu selalu seperti itu," ujar batu itu. Selalu saja basa-basi padahal hal itu bukanlah hal yang baru lagi. Kamu pura-pura mengangkat kaki tetapi tidak segera melangkah. Kadang juga harus pura-pura tersandung.

Layaknya kamu jatuh dan terus merasa jatuh? Itu bodoh! Walaupun kadang menjadi bodoh adalah kegembiraan di masa-masa seperti ini.

Kamu sudah mengalaminya ini berulangkali tetapi kamu masih saja berulangkali kesulitan bangun lagi. Mungkin dia yang terbaik dari yang pernah ada. Akan tetapi yang terbaik adalah bangun lagi bila saja dia memilih pergi. Mungkin tidak kembali. Mungkin lupa. Mungkin apa saja. Segala kemungkinan ada. Mungkinkah ini bagain dari sandiwaranya karena berulangkali dia memainkan drama ini secara luar biasa. Pasti dia tetap sama! Pasti dia selalu ada. Kemustahilan itu sudah terpatahkan hari ini.

Senin, 09 Mei 2016

Sudah Genap Waktunya

Waktunya sudah genap. Waktunya sudah tepat. Waktu yang dulu menggajal dan ganjil telah terpahami dan tergenapi. Sudah saatnya. Saatnya sudah tiba. Kedatangan silih berganti dengan kepergian. Ke manakah sayapmu mengepak? Saatnya melintasi dan terbang tinggi hingga mungkin tidak terlihat lagi.

Ketidakjelasan tidak selamanya harus dijelaskan karena itu jelas-jelas sudah tidak jelas. Menjelaskan sama saja mengubah ketidakjelasan yang sudah menentukan sikapnya.

Di antara jutaan yang pernah aku temui. Kamulah yang bisa terbang tinggi. Bahkan bisa menjauh sehingga tidak ada lagi yang mau mengukur jarak. Terpisah. Ada tetapi terpisah. Di saat tempat berpijak sudah tidak sama lagi dengan tempat melayang.

Bebaslah. Bebaskanlah dirimu. Jangan berpikir dan merasa bahwa ini adalah keharusan. Tidak ada yang menghalangi karena setiap isi kepala berhak menggerakkan segala daya untuk menentukan langkah. Jangan terbelenggu. Tidak ada tuan selain dirimu sendiri. Teruslah. Perjalananmu masih jauh dan suatu saat nanti kamu pasti akan berjalan jauh pula dengan seseorang yang kamu percaya untuk menemanimu.

Senin, 02 Mei 2016

Babak Baru Cerita Lama

Ada yang masih gencar berpetualang dan ada pula yang mengatakan cukup untuk melakukannya. Walaupun sejatinya petualangan tidak akan pernah selesai. Kegencaran itu yang menjadikannya hambar dengan gambaran tipu daya karena sampai pada akhirnya kebingungan akan menerpa untuk mengambil sikap pada pilihan yang beraneka rupa. Wajar!

Meskipun demikian kegencaran bukanlah sebuah kekeliruan karena waktu memang hakim yang kejam. Semua orang berlomba berpetualang lalu akhirnya tidak terasa sudah terpendam di tanah kuburan sebelum memeluk erat pilihan.

Berbahagialah bila babak baru sudah di tanganmu. Pilihan itu sudah tergenggam pada jari-jari yang kuat karena cukup berpetualang. Namun bila kamu menginginkan berpetualang. Lakukanlah tetapi jangan lupa menggunakan jari-jari terlatih itu untuk menggenggam erat pilihan.

Sudah genap waktunya untuk masuk babak baru walaupun ini adalah cerita lama yang sudah terencana di kepala tiap-tiap orang. Jalanilah! Itu juga wajar! Semoga kekal! Cerita lama tidak akan selama-lamanya menjadi lama bila setiap orang tahu babak baru. Melakukan!

Minggu, 01 Mei 2016

Berteduh pada Bayanganmu

Bila panas melanda. Aku ingin berteduh pada bayanganmu. Bila panas sudah tidak lagi ada. Aku masih ingin berteduh. Akan tetapi bayanganmu sudah tidak ada. Di manakah aku harus berteduh?

Kisah matahari yang panas memang tidak pernah usai. Pagi hari aku berteduh di barat dan sore hari aku berteduh di timur. Pada tengah hari di manakah aku berteduh? Bayanganmu hilang beberapa saat. Mungkin saat di mana bayangan bersatu dengan dirimu. Saat itu aku harus berteduh pada diriku sendiri juga.

Saat malam yang tenang. Aku bimbang. Kalut. Kisah matahari yang membingungkan masih tetap membayang. Aku kebingungan ataukah aku yang membingungkan?

Aku memang ingin selalu berteduh. Semoga aku juga bisa meneduhkan. Lalu di saat-saat tertentu kita harus meneduhkan diri kita sendiri-sendiri. Kemudian malam-malam kita sama-sama kebingungan karena kita memang membingungkan.

Terasa teduh bukan? Hidup dalam kebingungan. Kalut akan mengacam. Marilah kita perjelas!