Monster dan Kasih Sayang

Monster dan Kasih Sayang
Masih Menghisap Kasih Sayang Ibu Padahal Sudah Menjadi Monster

Senin, 12 Desember 2016

Mengapa Harus Biasanya

Biasanya mereka mencoba seratus kali
Lalu ada yang bangga karena hanya mencoba sepuluh kali saja
Kenapa kamu bertanya saat aku tidak pernah berhenti
Walaupun aku harus mencoba lebih dari seribu kali
Tidak ada cukup waktu katamu?

Mereka berceloteh dan berkoar tentang kebanggaannya
Sedangkan aku memilih untuk menikmati kecintaanku
Di mana letak kebodohanku?
Aku sedang berbahagia dengan rasa cinta yang menumbangkan logika

Bila sudah tidak ada cinta
Hidupmu bisa berakhir kapan saja
Walaupun kamu masih berjalan-jalan di dunia
Oleh sebab itu
Bila saatnya tiba
Aku hanya ingin terbaring dan masih memegang kecintaanku
Lalu memejamkan mata

Kemudian
Aku ingin melanjutkan lagi kecintaanku itu di surga!
Waktuku masih sangat panjang

Minggu, 13 November 2016

Pertemukanlah

Aku sangat menginginkan hujan membasahi sekujur tubuhku hari ini. Aku berkeliling mencarinya dan ini adalah waktu yang tepat. Pikirku. Aku membayangkan betapa nikmatnya. Tanpa jas hujan dan tanpa ketakutan. Hanya kebahagiaan. Akan tetapi aku tidak menemukan. Hanya sedikit saja air yang jatuh. Rupanya titik-titik air itu belum jatuh cinta pada keinginanku.

Ketika aku tidak menginginkannya. Mendung datang bertubi-tubi dan menjadi pemandangan yang menyeramkan. Belum sempat aku berhenti membenci. Hujan segera menghampiri. Membasahi. Melukai.

Kadang aku tidak menginginkan hujan. Kadang aku sangat menginginkannya. Mendambakannya. Namun aku bukan pencipta hujan. Aku hanya bisa menginginkannya. Tidak bisa membelinya. Hanya bisa mengharapkannya. Benar-benar belum berjodoh. Siapakah yang punya kuasa mempertemukan kita?

Mungkin besok aku sudah membencinya! Tidak ingin bertemu dengannya. Jangan-jangan hujan telah lebih dulu membenciku. Hari ini. Hari di mana dia tidak mau bertemu denganku.

Rabu, 02 November 2016

Mengunjungi Diri Sendiri

Siapa berkelakar bahwa tubuh adalah penjara jiwa? Siapa berujar bahwa sebenarnya jiwa menjadi penjajah abadi tubuh?

Jalan untuk menyatukan mereka pasti ada karena mereka bisa bekerjasama dengan baiknya. Mereka telah menjadi satu sejak tangis pertama terjadi. Seiring berjalannya waktu mereka bisa saling jatuh cinta dan mereka juga pernah merasakan bagaimana rasanya berada dalam perbedaan.

Ada tubuh-tubuh yang tidak mendukung jiwa. Ada jiwa-jiwa yang tidak menghargai tubuh. Mereka saling menyalahkan dalam kesatuan.

Ketika dalam perjalanan. Apa yang paling mengesankan? Tiap orang punya pengalamannya masing-masing. Tidak salah bila aku harus memilih menikmati perjalanan pada lorong-lorong jiwaku, puncak gunung emosiku, lautan harapanku, sudut-sudut gelap ketakutanku, atau mungkin cahaya yang bersinar di pucuk hatiku. Kuhapus semua lelahku untuk terus melakukan perjalanan pada malam-malam saat aku dalam ruangan berkasur itu.

Ritual mengunjungi diri sendiri. Kematian sisakan tulang bila hidup hanya seturut daging!

Rabu, 12 Oktober 2016

Berkatalah Seharusnya

Lebih baik berkata jancok seribu kali daripada berkata seharusnya namun tidak sekalipun melakukannya.

Mulailah senang mereka berlomba-lomba tentang kecerdasannya. Ide yang mengantariksa menembus lapisan ozon. Tidak terjangkau. Membumbung tinggi. Banggakah dengan itu? Kamu patut bangga. Layak sekali tidak mempermasalahkannya. Manusia muda yang masih bangga dengan kepalanya yang berceloteh tidak menemukan tanda titik padahal tangannya bisu tidak bisa berbicara sepatah kata. Haruskah kupatahkan rahangnya?

Teruslah berkata seharusnya karena menyaksikannya menggemaskan benar. Sebenarnya sangat bergairah mendengar kata-kata itu tiap malam sebelum tidur. Layak disebut dongengkah ide itu?

Rupanya kamu masih belum membangun jembatan dari kepalamu menuju tanganmu. Bangunlah jembatan itu. Mungkin kecerdasannya yang mengantariksa itu tetap membumi. Menginjakkan kaki di tanah.

Selasa, 04 Oktober 2016

Menjalarlah Hingga Lelah

Pada malam-malam. Di kala rintik-rintik hujan. Bunyi-bunyian membangunkan dari lelah yang belum menidurkan. Mulailah perjalanan dari pengelana yang tidak pernah paham arah dan tujuan. Haruskah kita ke sana? Sepertinya menikmatinya lebih berharga!

Kenapa pada saat-saat seperti ini. Pada malam-malam. Orang mulai kebingungan dan mengalami kalut yang tidak bisa dijabarkan. Mana? Aku tantang logika untuk menjelaskan. Bisa. Namun tidak pernah tuntas. Inilah rahasia yang tidak semestinya kepala jabarkan dengan arogannya.

Di kala bayangan telah bersatu dengan tubuh?

Ketika aku berjalan-jalan pada siang dan melihat bayangan. Kadang aku tidak mempedulikan. Kesibukan dunia telah menyita dan merampas pikiran hingga tidak sampai menjalar.

Pada malam-malam saat hujan. Pada malam-malam tanpa hujan. Pada malam-malam. Bayangan telah bersatu dengan tubuh. Mereka menjadi satu dan menjalarlah segala hal yang tidak pernah terpikirkan. Tidak penting berpikir tentang yang penting. Menjalarlah. Membayangkan!

Minggu, 21 Agustus 2016

Bilamana Sebuah Pintu

Berapa kali kamu akan mengetuknya?

Andaikata itu rumah orangtuamu. Andaikata itu rumah gurumu. Andaikata itu rumah teman baikmu. Andaikata itu rumah orang yang tidak pernah kamu kenal.
Andaikata kamu sangat membutuhkannya. Andaikata kamu tidak terlalu membutuhkannya. Andaikata kamu tidak membutuhkannya.

Berapa kali kamu akan mengetuk?

Mengetuk daun pintu. Banyak orang berbicara tentang perjuangan. Sebuah pedoman agar pintu itu dibukakan. Kamu tahu di balik pintu itu berpenghuni. Kamu mengetuknya berkali-kali.

Lalu sampai di mana kamu berhenti mengetuknya lagi. Bukan berarti kamu sedang lelah. Bukan berarti kamu sedang putus asa. Bukan berarti kamu berhenti berjuang. Lebih kepada kamu menghargai orang lain yang ada di balik pintu itu. Lebih kepada membuat kebebasan semakin hidup.

Pintu yang berbunyi karena ketukan bukan hanya masalah tentang bunyi itu didengarkan. Akan tetapi juga masalah tentang apa yang akan dilakukan setelah bunyi itu terdengar.

Jumat, 15 Juli 2016

Buat Apa

Buat apa mencintai orang yang mencintaimu? Semua orang melakukan hal itu. Akan tetapi buat apa mencintai orang yang tidak ingin dicintai. Mungkin saja bagimu itu cinta dan baginya bukan cinta!

Segala yang kamu lakukan. Apapun itu. Selalu ada yang siap menghardik. Bahkan hal baik sekalipun. Bagimu mungkin itu baik dan baginya itu tidak baik. Selalu saja seperti itu. Lalu apa yang harus kamu lakukan bila apapun yang kamu lakukan selalu saja menuai ancaman dan ketidaksetujuan? Buat apa?

Tidak ada yang percuma. Setidaknya dunia diisi orang-orang yang beragam. Selalu seru membuatnya menjadi ramai. Berisik. Lakukanlah. Kadang kamu tidak pernah tahu buat apa.

Tidak harus pula kamu memberi karena sudah menerima bukan? Tidak harus pula kamu mencintai karena sudah dicintai bukan? Walaupun cintamu tidak selalu diterima sebagai sebuah cinta. Tidak ada yang salah. Biarlah bumi berputar dan berisik. Kita tidak akan pernah tahu buat apa. Karena semuanya juga bisa dibuat-buat. Mengapa harus memikirkannya?

Selasa, 12 Juli 2016

Sudah Seperti Bernafas

Banyak yang berceloteh. Mengumpat. Makian! Bahkan mengangkat satu alis matanya. Sedikit menghembuskan nafas tengilnya. Mungkin terlontar senyum sinisnya pula. Ini adalah kebebasan mereka yang tidak perlu terlalu dalam kau campuri dan biarkanlah mereka menunjukkan dirinya. Memaparkan jati dirinya. Mendirikan eksistensinya.

Menulis. Tulisanmu seperti sebuah permohonan. Kamu panjatkan setiap saat sampai-sampai lupa bahwa ada permohonan yang sudah terkabulkan. Bila kamu menganggap lahirnya tulisan adalah sebuah permohonan yang kadang sampai merengek minta perhatian. Jangan pernah membaca!

Justru bukankah tulisan adalah sebuah bentuk perhatian. Kepadamu. Celetukku. Ini adalah sebuah perhatian tanpa meminta balasan. Bila kamu ingin diperhatikan. Bacalah!

Baiklah. Aku menulis di saat aku bersedih. Namun di saat bersuka, aku pun melakukannya. Di saat aku penuh. Di saat aku kosong. Di saat aku ramai. Di saat aku sepi. Ini sudah menjadi seperti nafas. Bila nafasku bau, janganlah engkau menciumnya. Menjauhlah. Bila kamu ingin menghentikannya. Lakukanlah bila mampu.

Di kala ide tidak ada. Aku akan mencarinya. Walau kadang kala idelah yang mencari. Dia hanya hinggap sebentar lalu aku akan menerbangkanya. Layaknya sebuah burung yang bebas dan aku tidak pernah peduli lagi ke mana burung itu akan terbang.

Rabu, 29 Juni 2016

Penjual Topeng Kebanjiran Pembeli

Setiap waktu orang ingin terlihat lebih menarik. Lebih bersahaja. Hampir setiap waktu orang ingin mengenakan wajah yang lain. Seandainya saja ada penjual topeng. Pastilah penjual itu akan kebanjiran pembeli karena orang ingin selalu berganti wajah. Mengapa? Agar dia tidak terasing dari kerumunan. Agar dia mudah berelasi? Agar dia semakin jauh dari dirinya sendiri?

Topeng?
Aku sedikit sanggup membedakan mana yang topeng dan mana yang bukan. Mungkin lebih tepatnya merasakan.

Coba kamu pertanyakan, apakah yang dimaksud dengan diri yang asli bila kita selalu saja berkembang. Semoga menuju ke arah yang baik. Baik? Sedikit relatif memang. Kebaikan seperti apa? Kebaikan yang ditentukan sudah menjadi milik golongan yang merasa dirinya lebih kuat bukan?

Akan tetapi topeng jelas berbeda dengan memerankan posisi.
Seandainya kamu paham bermain sepak bola. Ketika kamu menjadi penjaga gawang, pasti kamu akan lebih memerankan tanganmu. Namun bila kamu menjadi seorang ujung tombak, kamu akan memainkan kakimu semaksimal mungkin, kepalamu juga. Itulah yang aku maksud dengan memerankan posisi.

Jadi pahamilah mana yang topeng dan mana yang bukan. Perankanlah posisimu saat ini sebaik mungkin. Itu bukan topeng. Hal itu akan membuatmu lebih menarik namun tetap asli dan kamu akan memahami dirimu. Tidak akan terasing dari kerumunan dan tidak akan menjauh dari diri.

Selasa, 28 Juni 2016

Ide Membusuk dalam Kepala

Genap waktunya mengeluarkannya. Biarkan dia tidak hanya terperangkap dan terpenjara di dalam kepala. Semua perkara selalu saja membutuhkan sesuatu hal penting yang dari kepala itu. Akan tetapi bukan berarti cemerlangnya yang ada di dalam kepala itu adalah sebuah jaminan.

Kadang ketika terlalu gencar dan bersemangat untuk mengeluarkannya. Tangan menjadi bisu dan melakukannya menjadi hal yang sulit. Semakin banyak orang berkobar ketika berbicara akan tetapi menjadi padam saat melakukannya.

Apakah yang seharusnya dilakukan. Berhenti mengeluarkan ide? Itu gila! Jangan pernah berhenti mengeluarkannya karena bila kamu berhenti maka itu akan menjadi sia-sia dan busuk di dalam kepala. Tentu bau itu tidak kamu inginkan. Jangan pula kamu biarkan kecemerlangan itu menguap begitu saja.

Sekarang seimbangkanlah. Bukan waktunya untuk menjadi mulut besar saja. Sudah terlalu banyak yang seperti itu.

Minggu, 26 Juni 2016

Sangat Spesial

Jadikanlah yang paling kamu benci bila tidak bisa menjadi yang paling kamu cintai. Seperti itulah! Sangat tidak suka hal yang biasa-biasa saja. Apalagi bila harus ada duanya. Ada yang lainnya. Lebih memilih menjadi yang salah satu saja meskipun tidak baik. Akan tetapi hanya satu. Semua itu seringkali aku dengar dari mulut pencemburu.

Sangat tidak menyenangkan memang bila ada duanya. Sepertinya dia punya kuasa! Sepertinya dia memiliki segalanya hingga sanggup memperlakukan dengan seenaknya! Enak? Maka jadikanlah basi agar dia tidak bisa menikmati. Jadilah yang paling dia benci namun di kepalanya hanya ada kamu. Kamu yang merasuk ke dalam kepalanya dan rasanya lewat kebencian itu. Pintu masuk itu bisa saja membawamu pada sesuatu yang spesial. Mungkin?

Suatu ketika ada dua dan mungkin juga tiga. Kepada siapakah kamu harus menaruh hal yang bisa kamu letakkan? Apakah kamu masih akan membagi-baginya? Padahal kepadamu, mereka semua memberikan segalanya.

Sebebas burung terbang dari ranting yang satu ke ranting yang lain. Sebebas burung ada pada dahan yang satu dan dahan yang lainnya. Sebebas burung berdiam pada pohon yang satu dan pohon yang lainnya. Percayalah makhluk itu juga punya tempat khusus yang spesial bagi hidupnya. Alam bebas? Langit yang spesial!

Selasa, 21 Juni 2016

Matahari Tidak Tahu Caranya Menjadi Rasis

Apakah dia akan memilih kepala siapa yang harus di sengat dan kepala yang mana yang tidak akan mendapatkan sengatan panasnya saat terik siang?

Cara kita berlaku pasti berbeda dengan matahari. Bila kamu menyadari bahwa dirimu punya cahaya, kamu akan menyinari orang-orang yang berkepentingan denganmu. Seandainya saja kepentingan itu sudah tidak ada maka jangan pernah mengharapkan sinar itu akan menghampirimu. Terimalah saja. Dia bukan matahari yang ada di atas sana.

Matahari yang terbit dari timur itu selalu memancar tanpa rasa takut atau segan. Bila kamu mengumpat kepadanya atau kamu memujinya, kamu akan tetap mendapatkan sinarnya. Dia tidak peduli karena yang dia tahu, dia harus bersinar. Entah kepada siapapun juga.

Sedangkan kamu?

Kamu tahu bahwa terang itu indah namun gelap juga bukan sesuatu yang buruk. Bila kamu menganggap dia adalah mataharimu dan dia sudah tidak lagi menyinarimu namun mengantarmu ke dalam situasi gelap, kamu tidak berhak menuntut apapun. Mungkin sinarnya sudah memancar kepada sesuatu yang lain. Ingatlah kamu juga punya sinar! Kegelapan masih manantikan kadatanganmu. Carilah dia!

Minggu, 19 Juni 2016

Belajar Bahasa Indonesia

Nama saya Pulalo. Saya lahir di Jamaika. Di sana pula saya dibesarkan. Sekarang saya sedang di Indonesia. Sekarang saya sedang belajar bahasa Indonesia. Sekarang saya sedang belajar tentang cinta. Sekarang saya ingin berkata-kata.

Saya sangat senang dengan kata-kata yang memiliki sinonim. Bagi saya itu unik sekali. Sama namun pasti ada perbedaannya. Hari ini saya hanya ingin berbicara tentang kata "perhatian." Saya tahu bahwa itu adalah kata benda, maklumlah saya paham karena saya telah belajar bahasa. Biasanya dari kata benda, pasti ada kata kerjanya.

Kata kerjanya adalah "memperhatikan." Mungkin kata kerja itu berakar dari kata "melihat." Anda pasti paham tentang jenis-jenis kata kerja dari kata itu. Misalnya saja, "memperhatikan" atau "mengintai" atau "mengamati" atau "mengawasi." Sebenarnya masih banyak lagi.

Masalahnya saya tidak hanya ingin berbicara tentang bahasa. Saya ingin berbicara tentang cinta. Dalam cinta sudah pasti ada "perhatian." Siapa yang tidak membutuhkan "perhatian" ketika saling mencintai? Sayangnya ketika sudut pandang cinta itu sudah tidak ada, segala hal yang kamu lakukan termasuk "perhatian" sanggup berubah makna.

Misalnya saja "perhatian" itu akan berubah menjadi semacam "pengintaian" atau "pengamatan" atau  "pengawasan." Jadi ketika kalian semua ingin menyebarkan atau memberikan "perhatian" maka Anda juga beresiko nampak sedang melakukan "pengintaian" atau "pengamatan" atau "pengawasan." Paham?

Kamis, 09 Juni 2016

Selalu Takluk Kala Malam Tiba

Penyiksaan yang tiada habisnya. Membumbung tinggi tidak terjangkau hingga sulit dikendalikan. Sepertinya segala daya telah dikemudikan oleh sesuatu yang entah ada di mana. Korban yang hanya mengalami siksa tanpa tahu siapa sebenarnya yang menjadi penyiksa.

Bila malam tiba. Berjuang sekeras apa pun musuh itu tetap datang dan selalu saja mengalahkan. Aku selalu takluk dengannya.

Aku dulu sangat mencintai malam dan kini aku baru merasakan bagaimana puncak kebencianku pada saat bintang-bintang berhamburan di langit. Sempat menjadi penguasa malam yang tidak pernah terusik oleh apapun namun akhirnya sekarang malamlah yang menguasaiku. Malamlah yang menaklukkanku. Apakah malam sedang melakukan balas dendam?

Ketika malam tiba. Aku selalu berpikir tentang pagi hari. Berpikir tentang esok hari. Berpikir tentang matahari baru dalam hidupku.

Senin, 06 Juni 2016

Menembus Dinding Penuh Warna

Malam ini aku melihat segala sisi dinding kamarku. Penuh warna namun hampir semuanya adalah luka. Kesakitan. Ini benar-benar dinding kebohongan yang menampilkan permainan warna yang sebenarnya bercerita tentang segala kesedihan di dalam perjalanan. Terima kasih buat kalian yang telah menyumbangkan segala sakit. Terima kasih buat kalian yang sudah menyumbangkan warna-warna pada dinding.

Aku sengaja menempelkan semua cerita itu. Aku sengaja menantang diriku. Menantang kekuatanku. Ternyata aku masih lemah. Aku masih tidak kuat menembus dinding kamarku. Aku masih terkurung dengan warna-warni kepalsuan. Aku pikir diriku sanggup menembus dinding ini namun ternyata cerita di balik semuanya terlalu perkasa untuk aku lawan.

Aku bisa saja menanggalkan segala warna pada dinding ini namun aku masih ingin belum melakukannya. Aku masih ingin sampai pada puncak kesakitanku.

Aku masih belum bisa menembus dinding penuh warna. Padahal di luar sana pasti ada warna-warna kejujuran yang siap menyambutku. Aku pun siap untuk menerima warna-warna kepedulian dan penuh cinta itu. Warna yang memancar dari kepribadianmu. Pikiranmu dan hatimu. Semoga aku menemukan kamu, kamu yang sesungguhnya berwarna bagi hidupku.

Sabtu, 04 Juni 2016

Tidak Ada Salahnya Menimba Ilmu dari Pembunuh

Hukumnya haram. Pembunuh itu tidak pernah menatap mata korbannya. Mata yang memancarkan segala rasa dan cerita. Bahkan luka. Mungkin bahagia. Akan tetapi yang pasti ketika berhadapan dengan pembunuh adalah situasi yang menakutkan. Kecuali bila kamu memang ingin dibunuh.

Menatap mata membuatmu bisa berlama-lama membayangkan dirinya. Mengingat sejenak pun akhirnya menjadi terlalu lama. Terbayang terus-menerus wajahnya. Padahal kamu akan bernostalgia karena dibalik retinanya ada cerita yang membuatmu harus selalu memikirkannya. Manusia sulit sekali melupakan. Hanya lupa yang bisa menolongnya, tidak sadar menjadi tidak ingat.

Bila kamu yakin dia bersamamu, tataplah matanya benar-benar. Kamu akan abadi bersamanya. Bila kamu tidak yakin, jangan sekali-kali mencoba mendalami matanya karena ketika dia meninggalkanmu, kamu tidak akan kesulitan beranjak pergi ke tempat yang semestinya. Bukan tempat yang sekarang ini!

Namun sekarang...
Siapakah yang tahu kebenaran mata. Bahkan air mata kepalsuan pun merajalela untuk berpura-pura sedih. Memasak sayuran mata adalah hal yang sulit, siapakah yang bisa mengolah cerita dibalik mata-mata yang penuh dusta?

Silakan menatap matanya. Silakan menghindari tatapannya. Bebas!
Semua ada resikonya. Orang yang paling sering kamu tatap matanya akan sulit kamu lupakan. Apalagi ada cerita rasa yang mendalam di dalamnya.

Senin, 30 Mei 2016

Belajar Terbang

Bagaikan burung yang belajar terbang untuk pertama kalinya. Sayap-sayapnya masih sangat lemah namun berlatih mengepak bukanlah hal yang salah. Belajar! Lalu saat itu juga sayapnya dipatahkan. Masihkah burung itu berani terbang lagi?

Burung itu sudah menunggu sejak lama waktu yang tepat untuknya melintasi lautan dan daratan. Dia pikir inilah saat yang tepat untuk melatih diri keluar dari kenyamanan. Ternyata dia belum siap. Belum siap melihat keindahan. Seperti itulah! Keindahan memerlukan seni sakit dan bangkit.

Apa yang terjadi? Bukan salah burung itu karena burung lainnya sudah bisa terbang di saat-saat seperti itu. Mereka juga mulai berlatih saat sayap-sayapnya masih lemah. Akan tetapi mengapa dengan burung itu?

Dia mencoba menyembuhkan sayapnya sendiri. Lalu berlatih terbang lagi. Berkali-kali. Burung-burung yang lain mengajarinya dan dia masih saja bernasib sama. Ternyata dia berbeda dengan burung-burung yang lainnya walaupun dia dari jenis yang sama. Masihkah lelah berusaha? Masihkah mengatakan semua burung itu sama? Bebas! Lalu dia punya cara sendiri. Dia merasakan nikmatnya keindahan setelah berkali-kali harus tersungkur di ranting yang keras dan batu yang tajam.

Minggu, 29 Mei 2016

Senyap Kalut Remuk

Akhir-akhir ini keramaian dan kesunyian melahirkan senyap. Baru-baru ini keramaian dan kesunyian memproduksi kalut. Dewasa ini keramaian dan kesunyian memancarkan remuk. Mereka sama saja dan tidak ada bedanya akhir-akhir ini, baru-baru ini, dewasa ini.

Tidak bisa merasakan apa yang sedang terjadi. Sepertinya rasa sudah mulai mati. Semuanya seperti harus ada logikanya. Sedangkan akhir-akhir ini, baru-baru ini, dewasa ini banyak orang dan sekitar membutuhkan rasa. Sepertinya perlu membubuhkan rasa dalam setiap perkara.

Peristiwa senang dan sedih silih berganti menghujam langkah kaki. Kadang harus berhenti dan kadang ingin selalu berlari. Padahal kita cukup jalan kaki.

Ada sesuatu yang bisa kita perbuat dan kadang ada sesuatu yang harus kita terima begitu saja. Terasa lemah dan tidak berdaya. Hanya butuh usaha dan kadang kala peneriamaan yang sulit sekali diterima. Semuanya berlalu dan kaki-kaki sudah mulai goyah padahal arah sudah ada di kepala.

Peristiwa! Begitulah akhir-akhir ini, baru-baru ini, dewasa ini.

Kamis, 26 Mei 2016

Ada Alasan

Ketulusan adalah bualan bedebah bila tidak ada kejelasan. Semakin kita tahu. Semakin kita bisa paham. Lalu di situlah ketulusan lahir. Tulus bukan berarti tidak ada apa-apa namun tubuh dan jiwa bersinergi dengan pikiran dan rasa. Lupakan.

Bukan tanpa alasan aku jatuh. Namun masih banyak alasan mengapa aku harus bangkit. Berdiri. Berjalan lagi. Tidak perlu berlari. Penikmat selalu saja seperti itu. Menikmati setiap sakit. Menikmati setiap kebahagiaan. Segalanya!

Sangat sulit memang. Bagaikan petinju yang mencium kanvas. Bukan ciuman mesra namun ciuman kebencian. Luluh lantah. Jatuh berdarah. Ada alasan! Petarung yang paling siap. Dialah yang akan selalu berdiri. Jatuh bukan alasan untuk mengakhiri.

Semuanya terjadi dan setiap orang akan punya cara untuk menjadi. Terjadilah suatu saat nanti. Penikmat akan tetap berjalan sampai saat pengakhiran itu tiba.

Berlaku Adil

Lebih baik kamu tidak lagi mengejarnya karena dia sudah tidak ingin kamu tangkap. Bila kamu mengejarnya tentu ini akan melelahkan untuknya karena dia juga akan terus berlari. Berhentilah mengejarnya. Biarlah dia berjalan seperti biasa lagi.

Biasanya dia memang berlari namun sebenarnya dia tidak sungguh-sungguh berlari. Dia menginginkan suatu ketika tertangkap oleh pengejar itu. Supaya semuanya berlangsung dramatis. Supaya menjadi cerita yang menarik. Dia melakukannya. Begitulah dia memainkan perannya.

Jadi bukan lagi saling menangkap karena dia punya cara sendiri untuk menangkap. Dikejar.

Tragis. Suatu hari dia memang ingin sungguh-sungguh  berlari. Pengejar memang tidak mengenal lelah dan dia terus saja berlari untuk mengejar. Dia pun berlari semakin kencang dan pengejar pun berlaku sama. Sampai suatu saat pengejar menjadi sadar bahwa keringat orang yang dikejar mengalir deras pada tanah. Jejak kakinya menjadi sangat jelas. Pengejar memahami bahwa dia sudah lelah.

Akhirnya pengejar membiarkan dia berjalan seperti biasa lagi dengan tidak mengejarnya. Komedi!

Rabu, 25 Mei 2016

Kekuatan Memaksa

Salah seorang temanku yang sangat jauh berkata padaku bahwa hal positifku bisa mempengaruhinya. Akan tetapi, mungkin bagimu aku sudah tidak lagi positif karena aku sudah tidak punya pengaruh lagi terhadapmu. Silakan.

Aku pernah mencoba memaksa orang lain tetapi aku sadar bahwa aku belum sempurna untuk memaksa diri sendiri. Sekarang aku sedang tidak ingin memaksa kecuali memaksa diriku sendiri untuk sampai batas yang tidak bisa aku jangkau lagi. Realitas selalu ada sangat jauh di atas bila mimpi tidak segera ditindaklanjuti.

Kadang memaksa diri sendiri membuat sadar bahwa pemaksaan itu untuk mencapai puncak yang tertinggi. Tolong bedakan pemaksaan diri dengan kebodohan yang tidak pernah terampuni. Memaksa bukan berarti tidak menyakiti atau tidak melukai. Memaksa juga bukan berarti melukai atau menyakiti. Memaksa bisa kamu rasakan sendiri.

Inilah cerita menarik tentang tubuhmu yang sudah sangat lama didiami oleh jiwamu. Hanya kamu yang tahu dan tidak ada satu rumus pun yang mengetahui hal itu. Kacamata dan cara pandang orang lain hanyalah celoteh kosong tanpa makna. Kembalilah pada dirimu. Satukanlah tubuh dan jiwamu. Paksakan diri. Bila cinta memang semuanya tidak akan pernah terpaksa.

Senin, 23 Mei 2016

Kebencian Tidak Akan Menjatuhkanmu

Menyadari di jalanan banyak yang melihatmu? Semoga mereka semua tidak mengintaimu. Tetap santai dan tetaplah waspada. Apa yang sebenarnya mereka harapkan? Apakah kamu bisa mengabulkan sehingga mereka selalu saja mengawasimu. Benar-benar seperti situasi di ruang ujian.

Langkah kaki tidak akan berhenti. Haruskah tidak peduli dengan sekitarmu karena semua orang semakin tega untuk menyakitimu. Pisau sudah siap menikammu bila kamu tetap santai bahwa dunia tidak melihatmu atau mempengaruhi segala gerak-gerikmu.

Bukan sebuah kisah tentang kewaspadaan tetapi pemahaman. Pemahaman yang harus terungkapkan sehingga memegang pisau pun mereka tidak akan berdaya. Melukaimu sama dengan melukai diri sendiri. Bahkan berpikir tentang pisau pun tidak akan pernah.

Ini kisah tentang kepedulian. Bukan penghakiman yang menginginkan semua keseimbangan. Bila harus tidak seimbang itu bukan masalah besar. Kebencian tidak akan menjatuhkanmu bila cinta sekitar sudah tertanam di dalam tubuhmu. Tinggal menumbuhkannya saja. Mereka akan melihatmu sebagai sebuah keindahan. Mereka mengharapkan terkabulnya harapanmu. Mereka menjagamu.

Minggu, 22 Mei 2016

Kita Saling Melihat

Ada juga yang buruk? Pasti.
Bila selalu baik itu tidak akan baik.

Ini adalah tentang kita. Bila malam datang matahari pun tidak sanggup berbuat apa-apa. Mungkin berbuat tetapi tidak terlihat. Akan tetapi buat apa harus berbicara tentang malam dan matahari? Ini tentang kita. Sedikit bercanda tetapi itulah teman mesra dari makian kita.

Adakah pertanyaan?

Apa yang berubah dan siapa yang mengubah? Pengubah seperti raja di dalam kisah ini tetapi bila itu menjadikan semuanya buruk apalah gunanya. Hanya perlu berdamai dengan diri sendiri dan kembali lagi untuk membuat banyak hal positif selagi semuanya masih ada.

Selalu saja harus dicoba untuk memberikan yang terbaik walaupun kadang orang-orang akan melihat itu tidak baik. Mungkin engkau juga merasa tidak baik?

Mata ini sudah dibutakan dengan masa-masa yang tidak kita inginkan. Semuanya menjadi tampak buruk. Caranya hanya ada satu. Bukalah lagi mata itu dan melihatlah dengan cara yang sama seperti dulu kita saling melihat.

Sabtu, 21 Mei 2016

Entah Batu Apa yang Melempariku

Sudah dini hari tetapi ini bukan untuk mengeluh. Bukan untuk duduk di sudut ruangan sambil meratap. Mungkin harus menggaruk tembok? Ataukah harus berkhayal dengan indah tentang semua hal yang bisa dibayangkan. Sambil sedikit tersenyum kutulis paragraf pertama ini.

Selama ini aku terbaring terlalu mengikuti hati sedangkan logika seperti bunuh diri karena tidak pernah lagi aku pedulikan. Seperti dilempari batu beberapa hari. Akan tetapi beberapa hari ini hanya merasa diam dan tidak ke mana-mana sambil merasakan sakit itu. Sekarang aku baru tahu bahwa realitas menunggu di depan. Masih aku tersenyum dalam paragraf ini.

Aku mulai mencintai semua hal yang aku lakukan tetntunya bukan hanya dengan perasan tetapi juga dengan logika. Ini seperti menyatukan khayalan dan realitas.

Sekarang aku tahu apa yang sebenarnya ada dan keberadaan itu harus aku nikmati tetapi langkah kaki memang tidak harus berhenti. Sepertinya seribu bayangan sudah ada di depan dan itu sangat dekat sekali dengan realitas. Sangat berharga. Tunggulah aku menyatukannya. Semoga ini membahagiakanmu dan membuatku tetap tersenyum pada paragraf-paragraf selanjutnya.

Senin, 16 Mei 2016

Tidak Perlu Basa-basi untuk Bangun

Mengawali dengan basa-basi. Sudah sangat basi. Segeralah berlaku sebelum tercium bau yang tidak sedap itu. Basi!

Kisah seorang remaja yang sudah mengijak kepala dua kadang masih terinjak-injak dengan sesuatu yang tidak seharusnya bisa mengijak. Kata pepatah jaman dulu yang masih belum terpatahkan bahwa sudah terlampau banyak makan garam di laut.

Seandainya batu di depanmu bisa menghafal. Tentu dia sudah hafal di mana kamu berdiri dan ke mana kamu akan melangkah. Setiap pagi dan setiap hari. "Kamu selalu seperti itu," ujar batu itu. Selalu saja basa-basi padahal hal itu bukanlah hal yang baru lagi. Kamu pura-pura mengangkat kaki tetapi tidak segera melangkah. Kadang juga harus pura-pura tersandung.

Layaknya kamu jatuh dan terus merasa jatuh? Itu bodoh! Walaupun kadang menjadi bodoh adalah kegembiraan di masa-masa seperti ini.

Kamu sudah mengalaminya ini berulangkali tetapi kamu masih saja berulangkali kesulitan bangun lagi. Mungkin dia yang terbaik dari yang pernah ada. Akan tetapi yang terbaik adalah bangun lagi bila saja dia memilih pergi. Mungkin tidak kembali. Mungkin lupa. Mungkin apa saja. Segala kemungkinan ada. Mungkinkah ini bagain dari sandiwaranya karena berulangkali dia memainkan drama ini secara luar biasa. Pasti dia tetap sama! Pasti dia selalu ada. Kemustahilan itu sudah terpatahkan hari ini.

Senin, 09 Mei 2016

Sudah Genap Waktunya

Waktunya sudah genap. Waktunya sudah tepat. Waktu yang dulu menggajal dan ganjil telah terpahami dan tergenapi. Sudah saatnya. Saatnya sudah tiba. Kedatangan silih berganti dengan kepergian. Ke manakah sayapmu mengepak? Saatnya melintasi dan terbang tinggi hingga mungkin tidak terlihat lagi.

Ketidakjelasan tidak selamanya harus dijelaskan karena itu jelas-jelas sudah tidak jelas. Menjelaskan sama saja mengubah ketidakjelasan yang sudah menentukan sikapnya.

Di antara jutaan yang pernah aku temui. Kamulah yang bisa terbang tinggi. Bahkan bisa menjauh sehingga tidak ada lagi yang mau mengukur jarak. Terpisah. Ada tetapi terpisah. Di saat tempat berpijak sudah tidak sama lagi dengan tempat melayang.

Bebaslah. Bebaskanlah dirimu. Jangan berpikir dan merasa bahwa ini adalah keharusan. Tidak ada yang menghalangi karena setiap isi kepala berhak menggerakkan segala daya untuk menentukan langkah. Jangan terbelenggu. Tidak ada tuan selain dirimu sendiri. Teruslah. Perjalananmu masih jauh dan suatu saat nanti kamu pasti akan berjalan jauh pula dengan seseorang yang kamu percaya untuk menemanimu.

Senin, 02 Mei 2016

Babak Baru Cerita Lama

Ada yang masih gencar berpetualang dan ada pula yang mengatakan cukup untuk melakukannya. Walaupun sejatinya petualangan tidak akan pernah selesai. Kegencaran itu yang menjadikannya hambar dengan gambaran tipu daya karena sampai pada akhirnya kebingungan akan menerpa untuk mengambil sikap pada pilihan yang beraneka rupa. Wajar!

Meskipun demikian kegencaran bukanlah sebuah kekeliruan karena waktu memang hakim yang kejam. Semua orang berlomba berpetualang lalu akhirnya tidak terasa sudah terpendam di tanah kuburan sebelum memeluk erat pilihan.

Berbahagialah bila babak baru sudah di tanganmu. Pilihan itu sudah tergenggam pada jari-jari yang kuat karena cukup berpetualang. Namun bila kamu menginginkan berpetualang. Lakukanlah tetapi jangan lupa menggunakan jari-jari terlatih itu untuk menggenggam erat pilihan.

Sudah genap waktunya untuk masuk babak baru walaupun ini adalah cerita lama yang sudah terencana di kepala tiap-tiap orang. Jalanilah! Itu juga wajar! Semoga kekal! Cerita lama tidak akan selama-lamanya menjadi lama bila setiap orang tahu babak baru. Melakukan!

Minggu, 01 Mei 2016

Berteduh pada Bayanganmu

Bila panas melanda. Aku ingin berteduh pada bayanganmu. Bila panas sudah tidak lagi ada. Aku masih ingin berteduh. Akan tetapi bayanganmu sudah tidak ada. Di manakah aku harus berteduh?

Kisah matahari yang panas memang tidak pernah usai. Pagi hari aku berteduh di barat dan sore hari aku berteduh di timur. Pada tengah hari di manakah aku berteduh? Bayanganmu hilang beberapa saat. Mungkin saat di mana bayangan bersatu dengan dirimu. Saat itu aku harus berteduh pada diriku sendiri juga.

Saat malam yang tenang. Aku bimbang. Kalut. Kisah matahari yang membingungkan masih tetap membayang. Aku kebingungan ataukah aku yang membingungkan?

Aku memang ingin selalu berteduh. Semoga aku juga bisa meneduhkan. Lalu di saat-saat tertentu kita harus meneduhkan diri kita sendiri-sendiri. Kemudian malam-malam kita sama-sama kebingungan karena kita memang membingungkan.

Terasa teduh bukan? Hidup dalam kebingungan. Kalut akan mengacam. Marilah kita perjelas!


Sabtu, 30 April 2016

Ketegaran Hati Perlu Latihan Berkali-kali

Aku mungkin bukan manusia kamus yang paham kata sesuai dengan makna yang tertulis di dalamnya. Terkadang aku mencoba mencari makna yang tidak tertulis. Aku hanya ingin menuliskan apa yang aku rasa bersama kata yang aku yakini sebenarnya ingin bermakna tanpa diatur. Kecuali aku ingin mengaturnya dan aku juga tidak menolak bila dia mengaturku.

Ketegaran hati tidak selalu menjadi kekerasan hati. Sudah sangat lelah menjadi keras bila pada akhirnya harus kalah tersungkur jatuh mencium tanah.

Kadang aku juga menginginkan ketegaran hati adalah kelenturan hati dan kelunakan hati untuk menerima yang ada di sekitar hati. Mungkin juga hubungan hati yang satu dengan hati yang lainnya. Aku rasa hal itu bisa mewujudkan tegar yang diinginkan oleh orang yang menginginkan. Semoga kata merasakan hal yang sama seperti yang aku rasa.

Biarlah semuanya terjadi. Tidak kamu inginkan memang tetapi dia memang menginginkan. Apakah ini kelemahan hati? Bukan. Sekali lagi bukan. Seribu kali lagi juga bukan. Ini ketegaran hati. Perlu latihan berkali-kali dan orang bodoh pun akan paham bahwa ini memerlukan sakit yang berkali-kali.

Semuanya tidak perlu kalian pahami bila tidak paham. jadilah tegar karena ketidakpahamanmu. Apakah ini salah? Tidak. Sekali lagi tidak. Sejuta kali lagi tidak. Kecuali orang bodoh ingin menjadi lebih tidak bodoh.