Monster dan Kasih Sayang

Monster dan Kasih Sayang
Masih Menghisap Kasih Sayang Ibu Padahal Sudah Menjadi Monster

Sabtu, 17 Oktober 2015

Tarikan yang Belum Selesai

Rasa tertarik itu bisa muncul kapan saja. Bahkan diri sendiri tidak bisa menarik untuk tidak terjerumus dalam tarikan. Ini bukanlah dunia jebakkan namun ini sangat membingungkan bila harus memilih sesuatu yang tidak saja menarik tetapi menjadi sebuah kisah.

Dulu ada suatu masa seseorang yang tidak pernah tertarik atau seringkali harus menarik diri untuk tidak tertarik. Cara itu berhasil cukup lama namun seseorang tersebut menyadari bahwa dia tidak bisa terus hidup dengan cara tersebut.

Lalu dia memulai petualangannya yang baru untuk mencoba merasakan tarikan itu namun tidak tahu kenapa semuanya memiliki tarikan dan akhirnya dia kebingungan untuk menemukan tarikan yang dia butuhkan karena sudah berlama-lama dia tidak mengindahkan adanya tarikan.

Seseorang yang kebingungan itu akhirnya mencari tarikan yang mana yang memang dibutuhkannya. Dicintainya. Petualangan itu belumlah selesai karena dia masih saja seorang.

Jumat, 16 Oktober 2015

Hujan yang Menghidupkan dan Membunuh

Masih berceloteh tentang hujan. Hujan yang penting lalu tiba-tiba tidak terlalu penting. Hujan diadili oleh para penceloteh hujan. Hujan yang tetap sama namun bisa berubah nilai bila datang di waktu yang berbeda. Waktu yang tepat menjadi hal yang penting bagi orang yang sama. Lalu terpikirkan bahwa terkadang bukan salah orang tetapi kesalahan kedatangan.

Hujan yang datang saat dirindukan sudah pasti menghidupkan. Hujan yang datang saat kita dibelai rintik-rintiknya tentu akan menyenangkan. Mungkin juga kita menari di bawahnya dengan kegembiraan. Mungkin juga seperti yang sudah-sudah. Kita menerima percikannya saat berteduh sembari menikmati minuman hangat. Saat  itu benar-benar perasaan ini terpercik nuansa yang menggembirakan.

Kita tidak pernah reda oleh hujan saat itu.

Kemudian hujan datang di waktu yang tidak sama. Hujan bisa menjadi sangat menyebalkan. Rintiknya seperti hantaman. Rintiknya begitu tajam. Selanjutnya basahnya sangat mengganggu. Apa yang bisa dilakukan saat itu selain menghindari hujan dan menutup pintu.

Hujan bisa salah dan juga bisa benar menurut para penceloteh. Tergantung kapan dia datang. Setiap orang pun akan menghadapi penceloteh. Setiap orang bisa salah dan bisa benar. Kadang waktu yang menjadikan hujang menjadi seperti apa.

Kamis, 15 Oktober 2015

Mencuat Saat Dia Luruh

Lamunan mencuat saat dia luruh. Berakrobat dengan rasa yang penuh. Akhirnya letih dan harus sedikit mengumbar keluh. Belum ada sesuatu yang lebih ampuh. Bukan sebuah hasrat yang memberi pengaruh. Akan tetapi misteri tentang dia yang sedikit angkuh. Membuat ada yang rapuh dan luluh. Sedangkan dia masih percaya dan teguh.

Dari pengandaian yang tidak pernah jatuh pada kenyataan. Pengandaian memang selalu terbang dan tidak pernah mendarat. Mungkin saja mendarat tetapi belum tentu pada tempat yang kuharap.

Ketika itu semua terjadi apa saja bisa roboh. Akan tetapi setiap orang pernah mengalaminya. Hal yang perlu dilakukan adalah terus membenahinya dan membangun lebih kuat lagi. Walaupun tidak menjamin semuanya akan baik-baik saja.

Jangan pernah luruh. jangan pernah surut. Itu menyakitkan karena aku juga pernah. Semua orang pernah. Tidak ada yang tidak pernah. Akan tetapi tidak semuanya pernah melewatinya dan mengatasinya.

Rabu, 14 Oktober 2015

Matahari dan Bulan Tidak Pernah Bosan

Mengapa mereka tidak pernah bosan. Mungkinkah kutukan yang membuatnya selalu demikian. Pagi lalu malam. Muncul lalu tenggelam. Datang lalu hilang. Satu hari kurang lengkap tanpa mereka. Tanpa mereka yang muncul dan tenggelam. Tanpa mereka yang datang dan hilang. Tanpa mereka yang menyengat dan temaram.

Sebenarnya ini kutukan ataukah memang seharusnya demikian. Bila mereka tidak melakukan hal yang demikian. Apa yang mereka bisa lakukan. Berjuta-juta waktu orang telah melihatnya demikian. Berjuta-juta waktu mereka tidak pernah bosan. Bisa juga mereka bosan tetapi itulah yang bisa mereka lakukan. Mereka melakukan dan melakukan.

Waktu dan jarak tidak pernah membatasi. Bahkan ruangan mana yang mereka huni juga tidak aku ketahui. Mereka mungkin bosan. Seandainya ada yang bisa menggantikannya. Akan tetapi mereka hanya satu. Satu saja. Tiada yang lainnya. Sengatnya hanya satu. Sang temaram juga hanya satu.

Bosan. Kadang aku yang melihatnya bosan. Tetapi ketika aku kehilangan sengatnya. Aku kebingungan. Aku pun kebingungan bila tidak ada yang temaram di saat malam-malam harus berjalan. Bosan. Mereka bosan. Aku bosan. Bila aku tahu hanya ini saja yang aku lakukan. Laiknya matahari dan bulan. Aku akan melakukan. Hanya ini. Akan tetapi tidak tergantikan. Selamanya. Setiap hari.

Selasa, 13 Oktober 2015

Aku Tahu Kamu Ada

Sinar matahari tidak mengenal waktu. Dia bisa bersinar kapan saja pada diriku. Bukankah tiap-tiap orang punya sinar mataharinya masing-masing. Saat ini dia sedang bersinar. Semoga dia gembira menyinari. Semoga dia masih menyengat dengan cahayanya yang berkilau. Aku tahu dia ada.

Saat pertama kali aku memberikan sesuatu yang benar-benar dari dalam diriku. Saat pertama kali aku harus menatap matamu. Saat pertama kali aku harus berkata-kata kepadamu. saat pertama kali aku harus mengungkapkan segala perasaanku. Saat pertama kali aku harus mengambil sebuah keputusan. Itu adalah saat yang tersulit. Sangat sulit. Mungkin itu saat pertama kali merasakan gejolak rasa yang luar biasa. Tidak biasa seperti yang kamu katakan.

Hari ini sinarmu harus mulai bertambah cerah. Sinarmu harus tetap berpijar. Sinarmu harus tetap menyengat. Melintasi ribuan pulau tidak menjadi masalah bagimu bukan?

Aku tahu kamu ada. Aku tahu kamu masih bersinar. Walaupun aku tidak pernah tahu dirimu yang sesungguhnya. Aku hanya tahu apa yang harus aku lakukan tanpa mengganggu siapapun juga termasuk dirimu. Aku hanya ingin menyampaikan seluruh isi yang telah mengisi hari-hariku.

Teruslah menjadi. Kamu tahu harus pergi ke mana dan untuk apa...
Terima kasih.
Aku tahu kamu ada.

Senin, 12 Oktober 2015

Selesaikanlah Aku Bila Mampu

Satu hari terlalu cukup buat kepalaku. Satu hari terlampau cukup untuk melayang-layang seperti layang-layang. Bebas dan sangat bebas karena tali yang kupakai untuk menaikkan layang-layang tidak terbatas. Mungkin aku hanya akan terpengaruh oleh angin. Akan tetapi itu cukup untuk membebaskanku pada alam. Satu hari juga sangat cukup untuk jemariku memainkan nada-nada yang sama karena memang semua huruf menghasilkan suara yang sama.

Kamu mungkin bisa menghentikanku karena aku memang tidak mampu hidup pada dunia itu. Akan tetapi aku telah menjaminmu bahwa kepalaku dan jemariku sudah terbiasa menghasilkan sesuatu. Bukan untukmu tetapi sesuatu untukku sendiri. Syukurlah bila kamu mengerti. Satu kebiasaan inilah yang tidak bisa kamu hentikan.

Telah kuarungi berbagai situasi dan telah kualami berbagai getir hingga manis. Telah kuhadapi domba dan serigala. Jemariku tetap mampu melakukan kegiatannya. Pernah aku meringkuk dalam sudut gelap dan pernah pula berlarian dalam terang yang benderang. Jemariku pun masih melakukan kegiatan yang sama.

Senyummu dan hardikkan bengismu tetap tidak mampu meniadakanku. Selesaikanlah aku bila mampu. Kali ini aku benar-benar menantangmu! Salah-salah kamu yang akan terkulai.

Minggu, 11 Oktober 2015

Katakanlah Kata-kata Apa yang Berkata

Malam yang tidak terlalu kelam. Hanya sedikit hujan yang menghantam. Cukup membuat basah. Sedikit gelisah dan resah. Tidak ada yang salah. Malam selalu datang lalu pergi dengan sewenang-wenang. Tidak ada manusia yang sanggup melarang. Aku cukup mengenang dengan bola mata yang tergenang pada kelopaknya.

Tidak ada yang keliru dengan hari ini walau sedikit haru. Mata kiri harus mengalami hal yang tidak sama dengan mata kanan. Mata kiri bisa meneteskan air mata namun mata kanan tidak berdaya untuk menirukannya. Biasanya mata memang bekerja bersama-sama bahkan saat harus menitikkan air lalu bergelayutan pada bulu  mata sebelum akhirnya harus membuat sungai di antara pipi dan batang hidung.

Sedikit berpikir tentang kata setelah setiap hari selalu berkata-kata. Sepertinya kata mengalir saja tanpa harus membuatnya. Kata bisa merekayasa kelamnya malam. Lebih menghantam dari hujan. Cukup membuat basah dan lebih meresahkan dan menggelisahkan. Kata selalu benar dan datang dengan sewenang-wenang. Sekarang kata tidak akan pergi lagi untuk mengungkapkan. Aku telah sanggup melarangnya untuk tidak terlalu jauh dariku.

Dulu aku sempat berpikir bahwa kata adalah budak perasaan manusia karena harus menyampaikan pesan tuannya. Sekarang kubiarkan dia menjadi raja yang berkuasa untuk mengatakan segalanya. Jemariku hanyalah perantaranya dan yang ada di kepalaku hanyalah batu loncatan saja. Katakalah bahwa kata-kata telah berkata dengan caranya.

Sabtu, 10 Oktober 2015

Merintihlah dengan Nyaring

Tidak semua bisa membuatku tertawa lepas karena kegembiraan tidak ingin segera kulepas. Aku masih ingin menyimpannya. Mencarinya bukan hal yang mudah bukan? Tidak semua kepenatan tidak ingin segera kulepaskan karena dia bukanlah tawanan yang layak mendapatkan kebebasan. Aku masih menyimpannya. Bila kepenatan tidak ada kadang aku menjadi kebingungan.

Begitulas setiap aku dan kamu punya cara sendiri untuk melepaskan sesuatu. Ada yang gemar melepaskan sesuatu lalu mencarinya lagi. Bagiku itu terlampau cepat bila belum tuntas dinikmati. Bukankah perjalanan hidup adalah kenikmatan. Akan tetapi benar pula bila bagimu perjalanan hidup adalah pencarian.

Dalam satu keadaan yang paling sulit pastilah aku akan merintih. Bukankah merintih dan sedikit meratap adalah hal yang wajar dan menjadi bagian dari manusia.

Saat-saat seperti ini, aku hanya ingin merintih dengan nyaring. segala lara tidak cukup diselesaikan dengan merintih. Aku perlu merintih nyaring untuk melahirkan karya dari lara. Bukan hal yang salah bukan? Setiap orang berhak melahirkan sesuatu dari perasaannya dan itu tidaklah keliru. Akan menjadi salah bila hanya tertahan pada rasa tanpa karya.

Jumat, 09 Oktober 2015

Genangan Partikel pada Wajahmu

Aku tidak mau menyatakan terlalu berlebihan walaupun aku bisa sangat melebih-lebihkan untuk menceritakan tentang cerita yang sebenarnya tidak terlalu haram untuk aku simpan. Kamu memang sangat berlebihan sehingga aku tidak bisa mengurangi apa yang harus aku ceritakan. Walaupun akan terlihat sangat berlebihan.

Andai kata aku harus mengatakan sekarang. Aku akan mengatakan bahwa di wajahmu ada genangan partikel yang bisa membuatku berenang atau mungkin menyelam sampai kedalaman. Unsur dalam partikel itu sangat kecil seperti unsur pada butir pasir. Begitu kata buku tebal yang hanya berisi kata-kata. Bolehkah aku memaknai wajahmu yang penuh partikel keceriaan. Aku melihatnya!

Unsur-unsur yang kecil akan membuat aura wajahmu begitu padat. Apalagi bila aku harus menatap matamu. Apabila kamu harus menyeringai sebelum mengumbar senyummu.

Biarlah wajahmu tetap menggenang partikel keceriaan. Seorang yang murung butuh sosok seperti itu bukan?

Kamis, 08 Oktober 2015

Hati yang Jatuh di Laut

Tiba-tiba tanpa terencana dan tidak sengaja. Aku teringat walaupun tidak terpikirkan untuk mengingatnya. Sebuah cerita tentang laut yang menceritakan tentang Dewi Kecantikan.

Cerita yang memang tidak berasal dari Indonesia. Aku ingat bahwa dia adalah lambang kecantikan bagi orang Yunani. Akan tetapi cerita itu sekarang menjadi milikku. Aku juga bisa menuliskan cerita tentang dewi Kecantikan itu.

Mula-mula adalah segumpal daging yang jatuh ke laut karena peperangan. Mungkinkah kecantikan tercipta setelah kita berdarah-darah dan teriris karena berperang.

Kecantikannya semua orang tahu. Semua orang yang mencoba untuk terus ingin tahu. Mungkinkah hatiku sudah jatuh ke laut?

Pemandangan laut memang menawan dan aku tidak pernah menjadikannya tawanan untuk membuatnya tertawan. Biarlah sinar pagi memancarkan dengan kekuatan sengatnya sendiri dan sinar sore mewarnai langit. Bila kamu berdiri di sana dan jatuh cinta di sana. Itu kamu yang bisa saja menjadi Dewi Kecantikan.

 Aphorodite...

Rabu, 07 Oktober 2015

Terjebak untuk Merampok

Bila tidak berdaya apa yang akan kamu lakukan? Bila perut sudah mengangga dan lidah telah kering? Bahkan seandainya bisa berlaripun keringat tidak akan keluar dari pori? Apa? Apa yang akan kamu lakukan?

Apakah kata-kata itu terlalu hiperbola bagi kamu yang sebenarnya gemar melebihkan segalanya. Rumah yang kamu ceritakan ternyata hanya luas di terasnya saja.

Ulasan dungu ini tidak akan menjadikanmu pintar dan otak berbinar. Apa yang bisa diharapkan dari pertanyaan-pertanyaan konyol? Apakah hanya jawaban yang tidak kalah konyol?

Bila aku terjebak dalam situasi itu. Bolehkah aku merampok Tuhanku? Adakah jalan yang lebih agung?

Tenang Tuhanku. Aku masih sangat berlimpah. Aku masih muda dan bertenaga. Perutku masih menimbun lemak. Bahkan tidak berlaripun keringat masih saja menetes. Apalagi lidahku! Dia bagai raja yang haram hukumnya bila setengah detik saja tidak dicumbu agar bisa terus berliur.

Aku ingin merampok rahasia yang bisa masuk di kepala! Itu yang aku butuhkan saat ini!

Selasa, 06 Oktober 2015

Rambatan Membuka Kepala

Dalam sepi semuanya merambat. Tidak perlu tertambat ataupun terhambat karena lebih baik terus merambat. Terkadang menyususri tepi atau mengikuti jejak kaki. Kadang melintasi tanpa henti. Kadang harus merayap dan dengan lahap menikmati. Kamu telah membuat rambatan. Rambatan yang membuka kepala.

Perempuan pernah menghardik pintu ruangan yang hendak tertutup. Dia mungkin hanya menatap dan mengerling atau mengernyitkan dahi. Biarlah. Menyeringaipun aku tidak menolak. Dia yang membuatku tidak menjadi menutup pintu ruangan yang penuh syaraf. Akhirnya kuputuskan untuk membuka dan merambat lewat perempuan itu.

Rambatan-rambatan yang menggelayuti syaraf dan memerintahku dengan paksa untuk mencari sesuatu yang belum pernah ada di kepala. Mengingatkanku pada hal yang terlupa dan kulupakan. Syaraf-syaraf yang energik berdetak seperti jantung. Berdenyut seperti nadi. Tidak teratur tetapi itu semangat.

Lihatlah. Rambatan yang harus dirambati. rambatan yang membuka kepala. Mungkin kunci ruang rahasia telah tertemukan. Saatnya menjelajah dan berpetualang untuk mencari yang mungkin tidak kamu cari. Bersama pencipta rambatan.

Senin, 05 Oktober 2015

Karya Terbaik Tidak Terlupakan

Jika karya sudah terlupakan. Masihkan dia yang terbaik. Bila aku terus mengingatnya. Apakah itu yang terbaik? Karya terbaik haruskah tidak terlupakan.

Pernah punya sesuatu yang sederhana tetapi hilang tidak tahu ke mana? Perginya pun tanpa terduga. Tiba-tiba di saat pikiranmu tidak bersamanya. Dia begitu berharga. Bahkan jika ada yang lainnya pun kamu tidak akan menerima karena kamu masih ingin mencari yang saat ini hilang entah ke mana. Mengapa bisa?

Dia mungkin sangat berharga. Menemani sepanjang waktu pada hari-hari sebelumnya. Dia mungkin sudah menyatu. Lalu kehilangan akan menderamu bila dia tiba-tiba tidak ada di sisimu atau bersamamu walaupun sebelumnya dalam beberapa kesempatan kamu telah mengacuhkannya.

Dia adalah karya. Secara tidak sadar. Dia yang mungkin biasa saja namun setelah imajinasimu dan rasamu menyentuhnya maka dia luar biasa. Memasukkan ke dalam kepala dan dada. Dia adalah karya terbaikmu walaupun dia tetap bisa berkarya tanpamu.

Perempuan itu...

Minggu, 04 Oktober 2015

Cercaan Idiom Sebelum Tengah Malam

Kambing hitam itu adalah dia yang membingungkan. Sudah berapa ilmu kutelan namun tetap saja tercela olehnya ketika membicarakannya. Sudah kucoba untuk menjadi kutu buku tetapi aku benar-benar sudah mati kutu. Bendera putih layak berkibar tetapi aku tidak tega untuk mengangkatnya. Aku masih bating tulang untuk mengertinya.

Mungkinkah ini buah tangan pengetahuan. Merahasiakan banyak hal dari orang-orang yang mudah angkat tangan. Kepala dingin pun harus menjadi naik pitam. Susahnya membongkar rahasia pengetahuan hingga menemukan kebaruan. Semoga ini akan kutemukan suatu saat nanti dan tidak hanya menjadi bunga tidur.

Aku harus angkat kaki dari kemalasan yang menyelubungi. Meja hijau telah mengadiliku karena kobodohan. Waktu akan gulung tikar jika melangkah bersama orang-orang semacamku. Kemudian aku harus menanggung menjadi buah bibir karena kekonyolan-kekonyolan yang terjadi.

Aku tidak boleh besar mulut namun harus tetap sanggup makan garam. Selanjutnya tetap belajar dengan tidak pernah gelap mata. Aku harus panjang tangan untuk mendapat pengetahuan yang kadang tersimpan rapat di balik-balik rahasia yang berkepala batu.

Sabtu, 03 Oktober 2015

Merayap Mencari yang Tidak Pernah Diketahui Diri Sendiri

Jangan membayangkan berlari. Melangkah pun saat ini tidak mudah. Akan tetapi menyerah adalah haram. Tidak mau menjadi karam bukan. Asal tetap ke depan. Merayap pun harus aku lakukan.

Saat-saat ini. Membongkar rahasia begitu sulit. Tertambat pada kebingungan dan kekacauan mengerubungi. Menjadi fokus pada banyak hal bukanlah hal yang mudah. Menjadi semakin teliti terhadap kesalahan yang masih saja dilakukan karena begitu sulitnya menguak kebenaran.

Melakukan terus menerus sudah kulakukan. Asal tetap ke depan dan tidak mengalami kemunduran. Mungkin aku terlalu bodoh. Bumi berputar lebih cepat. Waktu beranjak lebih giat dan situasi terlau bersemangat. Berubah-ubah.

Seandainya saja aku tahu cara berlari dalam situasi ini. Bila saja hanya cukup boleh melangkah.

Jumat, 02 Oktober 2015

Sayangnya Cinta Kasih dan Belas Kasih

Mengapa Cinta berati suka sekali dan sayang sekali? Cinta juga berarti kasih sekali dan ingin sekali lalu berharap sekali kemudian bisa saja rindu sekali. Aku tidak sedang mempermainkan kata karena sesungguhnya kadang kata telah mempermainkanku.

Mengapa kasih sayang berarti cinta kasih dan belas kasih?  Apakah sayang berarti cinta dan belas? Sekali lagi aku katakan bahwa aku tidak mempermainkan kata karena kata telah mempermainkanku. Sesuatu yang diciptakan manusia telah memepermainkan manusia.

Lalu aku akan mengatakan bahwa kata-kata saja tidak cukup. Kemudian aku mengatakan bahwa kata-kata saja bukanlah cinta dan kasih. Selanjutnya aku akan mengatakan bahwa aku ternyata selama ini masih saja mengatakan. Seterusnya aku masih bertanya tentang rasa sayang dan bagaimana aku bisa mencintai dan mengasihi.

Aku bukanlah sayang. Bukan pula kasih. Apalagi cinta. Mungkin aku hanya belas yang berarti perasaan hati yang iba atau sedih melihat orang lain menderita.

Kamis, 01 Oktober 2015

Ini Masih Pagi

Kala matahari sebenarnya lelah untuk menampakkan diri lagi. Kala langit malam dan petang enggan untuk disembunyikan lagi. Kala air laut pasang yang masih ingin surut. Kala tanah dan tumbuhan masih malas disentuh sinar. Kala daun kelapa engan melambai-lambai karena lambainnya sudah tidak dipedulikan. Kala semuanya ada kalanya harus merasakan rasa yang tidak ingin dirasakan.

Semua bisa datang. Semuanya bisa pergi. Semuanya akan datang dan pergi. Jika pagi masih menunjukkan pagiku yang masih seperti biasanya. Mata terbuka dan melihat tidak ada yang berubah karena sebelumnya memang tidak ada yang aku ubah. Dinding ruanganku juga masih memiliki empat sisi. Langit-langit ruanganku juga belum berubah seperti layaknya langit yang benar-benar langit.

Jikalau ini bukan pagi. Pasti ini adalah siang atau sore. Bisa juga ini malam. Mungkin dini hari yang mengusir tengah malam. Akan tetapi ini adalah tanda dari pagi. Sudah bertahun-tahun aku mengenalnya dengan pagi ketika tanda-tanda ini ada. Ini masih pagi.

Kutatap jam didingku yang menatap wajahku. Lebih tepatnya jam dinding itu menghadap, bukan menatap. Aku hampir lupa bila dia tidak punya mata. Akan tetapi, apakah tatapan membutuhkan mata? Mungkin butuh. Kecuali kalau aku mengatakan ingin menatap masa depan. Kecuali kalau aku ingin mengatakan menatap siang nanti, sore nanti, malam nanti, dini hari nanti. Menatap hal itu bukan hanya butuh mata.