Monster dan Kasih Sayang

Monster dan Kasih Sayang
Masih Menghisap Kasih Sayang Ibu Padahal Sudah Menjadi Monster

Kamis, 01 Oktober 2015

Ini Masih Pagi

Kala matahari sebenarnya lelah untuk menampakkan diri lagi. Kala langit malam dan petang enggan untuk disembunyikan lagi. Kala air laut pasang yang masih ingin surut. Kala tanah dan tumbuhan masih malas disentuh sinar. Kala daun kelapa engan melambai-lambai karena lambainnya sudah tidak dipedulikan. Kala semuanya ada kalanya harus merasakan rasa yang tidak ingin dirasakan.

Semua bisa datang. Semuanya bisa pergi. Semuanya akan datang dan pergi. Jika pagi masih menunjukkan pagiku yang masih seperti biasanya. Mata terbuka dan melihat tidak ada yang berubah karena sebelumnya memang tidak ada yang aku ubah. Dinding ruanganku juga masih memiliki empat sisi. Langit-langit ruanganku juga belum berubah seperti layaknya langit yang benar-benar langit.

Jikalau ini bukan pagi. Pasti ini adalah siang atau sore. Bisa juga ini malam. Mungkin dini hari yang mengusir tengah malam. Akan tetapi ini adalah tanda dari pagi. Sudah bertahun-tahun aku mengenalnya dengan pagi ketika tanda-tanda ini ada. Ini masih pagi.

Kutatap jam didingku yang menatap wajahku. Lebih tepatnya jam dinding itu menghadap, bukan menatap. Aku hampir lupa bila dia tidak punya mata. Akan tetapi, apakah tatapan membutuhkan mata? Mungkin butuh. Kecuali kalau aku mengatakan ingin menatap masa depan. Kecuali kalau aku ingin mengatakan menatap siang nanti, sore nanti, malam nanti, dini hari nanti. Menatap hal itu bukan hanya butuh mata.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar