Monster dan Kasih Sayang

Monster dan Kasih Sayang
Masih Menghisap Kasih Sayang Ibu Padahal Sudah Menjadi Monster

Minggu, 12 Juli 2015

Gencar Banting Mulut tetapi Tidak Mau Banting Tulang

Siapa yang memilih duduk santai tidak mau banting tulang setelah dengan gencarnya banting mulut?

Suatu hari aku pernah duduk termenung untuk merenungkan apa yang sudah aku lakukan. Diri tanpa lakuan adalah ketiadaan. Padahal aku ingin ada dan berguna.

Mungkin ide melompat dengan jauhnya lewat mulut-mulut terampil yang rajin berceloteh tentang banyak hal. Akan tetapi semua itu hanya kekonyolan yang tidak akan berarti jika tangan tak mampu mengeksekusi untuk membunuh kemalasan yang sudah terpupuk sejak lama.

Gencar banting mulut hanyalah suara yang terbang diterpa angin. Tidak tahu akan ke mana perginya tetapi percayalah itu tidak akan berarti apa-apa. Sudah banyak yang berkoar tentang sesuatu yang ada di dalam kepalanya tetapi hatinya dusta dan penuh nanah. Seandainya lalat bisa menjangkaunya pastilah dia akan terbang ke sana.

Bukannya tak boleh gencar banting mulut hingga berdarah-darah. Melainkan bergerak untuk banting tulang juga harus ditempuh. Hidup tidak cukup sampai mulut menggema. Lakuan yang sekecil apapun harus kutempuh apapun hasilnya dari apa yang idealnya. Sudah selayaknya manusia berusaha gencar dalam segala hal. Baik mulut maupun tulang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar