Monster dan Kasih Sayang
Senin, 31 Agustus 2015
Melewatkan Keramaian untuk Memberhentikan Sunyi
Beberapa kali mulut menganga tanpa rasa dosa. mengeluarkan kata-kata yang hanya menjadi hiburan belaka padahal jiwa tersiksa tak pernah terhibur karena pertunjukkan tak pernah terjadi di dalam diri. Bagaimana mungkin akan ada pertunjukan jika keramaian terus saja menguasai.
Ketika aku diam. Aku menganggap bahwa diri ini siap untuk berpentas. Ketika aku diam akan ada banyak tokoh dalam diri yang berkonflik dan bercerita. Ketika aku diam berarti aku telah menonton pertunjukkan yang ada dalam diri. Pertunjukkan yang terkadang membuatku geleng-geleng kepala karena panggung nyata pun terkadang tak menghidangkannya.
Aku mulai tertarik memberhentikan sunyi untuk kunikmati. Menonton pertunjukkan lalu mengambil sesuatu daripada itu untuk aku gunakan sebagai pertimbangan dalam menggerakkan diri.
Keramaian memang patut dirayakan dan kesunyian adalah puncak kelelahan yang menguatkan.
Minggu, 30 Agustus 2015
Kehilangan Hari Minggu
Aku pernah mengalami minggu yang tak terhitung jumlahnya dan aku memang tak ingin menghitungnya. Minggu bukanlah matematika yang aku benci dan minggu bukanlah kata-kata yang mengucapkan makna dan maksud karena aku sendirilah yang memberi makna dan maksud pada hari minggu.
Bukan untuk mematikan hari minggu tetapi hari minggu akan hidup dari makna dan maksud yang setiap orang buat. Biarlah minggu berkata-kata sesuai intensi dari pelaksana hari-hari yang pasti mengantar pada hari mati.
Mempertanyakan hari minggu yang berbeda adalah kesalahan dan aku ingin bersalah. Oleh sebab itu aku mempertanyakan. Namun minggu menjadi berbeda karena telah dibuat berbeda dan sekarang aku akan memberi warna sendiri pada hari-hariku. Aku akan menempelkan sebuah kertas baru untuk menutup merah dan menggantinya dengan warna yang biasa.
Mungkin itu bisa menjadi jalan untuk memulangkan malas ke alamnya? Padahal alam rasa malas ada di dalam setiap jiwa. Lebih baik aku menikmatinya. Minggu tidak ada hubungan dengan malas tetapi makna dan maksud hari minggu berhubungan dengan setiap jiwa.
Sabtu, 29 Agustus 2015
Ketika Ide Sudah Menguap
Ide begitu berharga. Bukan mendewakannya atau menjadikannya raja. Tetapi tindakan tanpa ide bukanlah tindakan yang sesungguhnya. Tindakan tersebut akan terombang-ambing oleh tindakan-tindakan lainnya. Bahkan terpaan lembut angin pun akan mudah menerbangkannya.
Ide menjadi sebuah roh bagi tubuh yang bergerak. Ide tanpa gerak memang hanya bualan kepada seisi hutan tanpa penghuni dan tak akan berpengaruh. Ide menjadi dasar dari segala gerak dan membuat gerak dapat bertahan.
Lantas bagaimana jika ide telah menguap dari kepala karena kamu tidak pernah mewujudkannya. Mungkin juga ide tidak menguap namun membusuk di kepala dan hanya menjadi kotoran di kepala.
Jumat, 28 Agustus 2015
Pengantar untuk Mempengaruhi
Pengantar membuat pengaruh luar biasa dan tanpa pengantar, isi akan curiga dari maksud sebuah kedatangan. Pengantar akan membuatku bisa menerobos yang seharusnya tak bisa kuterobos dan pengantar akan membuatku sanggup mempengaruhi lebih dalam lagi. Lagi dan lagi sampai aku masuk pada ruang-ruang yang sebelumnya terkunci.
Hanya orang malas yang akan mendengarkan isi tanpa pengatar dan buat mengetahui sesuatu tanpa fondasi. Ini bukan masalah singkat dan jelas karena pengantarlah yang akan memperjelas semuanya dan menyingkat kinerja.
Pengantar dan basa-basi adalah dua hal berbeda dengan tujuan yang tak sama.
Kamis, 27 Agustus 2015
Membuang Muka Setelah Sejenak Menikmati
Kita terlalu lama membuat cerita. Muka kita sudah berhadapan dan tak terhitung lagi jumlahnya. Kita saling membagikan semua dengan tatapan dan ucapan. Raut mukamu pun masih terlihat jelas walaupun kamu pergi untuk mencoba memburamkannya.
Tapi semua sudah terjadi. Tak perlu disesali dan buanglah muka lagi. Sudah sepantasnya tatapan ini tidak diterima dengan tatapan. Tidak ada lagi ucapan yang bisa kamu terima. Mungkin kata-kata ini hanya bualah belaka.
Sejenak menikmati lalu membuang muka untuk pergi. Lakukan jika kamu yakin. Aku masih akan menatapmu dan kamu tidak akan mengetahui karena kita tidak saling menatap lagi.
Rabu, 26 Agustus 2015
Rindu tetapi Tiap Hari Bertemu
Daripada rindu karena jarak, ruang, dan waktu
Tiap malam aku kesakitan karena merindukanmu dan tiap pagi aku pasti menjumpaimu dengan rasa sakit. Bukan kamu yang menyebabkan sakit tetapi mungkin saja diriku terlalu berlebihan untuk berperan menjadi orang yang sakit.
Peran menjadi orang sakit terkadang membuat gerakku sehat dan semua kesehatan imajinasi bermunculan. Di saat aku sakit semua energi keluar hingga membuatku rindu sakit. Jika cinta yang menciptakan pintu sakitku maka setelah memasuki pintunya dan aku berada di rumah yang sakit itu energi cintaku terus menyembur deras.
Lapindo mungkin iri dengan semburanku yang jelas-jelas tidak bisa terlihat jelas dengan mata buta. Tetapi yang jelas mata terbuka akan mampu membandingkan semburan kesakitan cinta dengan semburan kesakitan alam. Saat ini keduanya bukanlah hal yang sama.
Tiap pagi jika matamu terbuka. Kamu akan melihat sisa-sisa sakitku di malam hari. Tiap hari kamu bisa melihatnya.
Selasa, 25 Agustus 2015
Perhatian Mata Berimbas Perhatian Rasa
Aku akan tersendat berbicara karena tatapanmu walaupun aku lancar ketika menuliskan surat untukmu. Mata itu akan memancarkan cerita ketika terlampau sering dia terketuk karena melihatmu dan mengetahui tindakanmu.
Mata akan sangat mudah menerima sesuatu walaupun banyak yang berbicara mata sanggup menipu. Akan tetapi perasaan juga akan lebih hebat berhadapan dengan penipu. Lewat mata pula dia bisa melihat semua itu.
Pintu yang paling mudah adalah mata. Tunjukkanlah pada dirinya bahwa semua itu memang bukan bualan belaka. Selanjutnya mata akan menghubungkan semua itu kepada rasa. Bahkan, sanggup membuat cerita yang lama di dalam kepala, lebih lama dari yang pernah terjadi. Perhatian mata berimbas pada perhatian rasa. Jika matanya sudah memperhatikan lakumu, berhati-hatilah jika rasanya akan keluar dari persembunyiannya untuk mengungkapkan semua.
Senin, 24 Agustus 2015
Mengakrabkan Diri dengan Ketidaktahuan yang Memacu
Kamu juga pernah merasakan. Kamu juga pernah mengalami. Melakukan sesuatu hal yang tidak tahu di mana hasilnya atau puncaknya memang sedikit membosankan. Tapi cobalah bayangkan saja hasilnya dan puncaknya kemudian pegang itu kuat-kuat di dalam kepalamu. Selaanjutnya beranjaklah untuk melakukan perjalanan yang penuh dengan sesuatu yang tidak kamu ketahui.
Buat apa terus akrab dengan sesuatu yang sudah kuketahui. Semakin aku tahu maka semakin luaslah gerakku. Semakin gerakku luas maka semakin bebaslah aku. Semakin aku bebas maka aku semakin berhak melakukan sesuatu yang tak terbatas.
Aku mulai mengakrabkan diriku dengan ketidaktahuan. Kucari sampai aku menemukan hingga memasukkan ke dalam diriku. Lagi dan lagi ketidaktahuan akan kucari sampai aku tak tahu kapan waktuku berhenti.
Minggu, 23 Agustus 2015
Tunggulah Panen dengan Merawat karena Menanam
Aku telah berjanji di botol minumanku yang tidak terlalu tinggi kadar alkoholnya bahwa aku akan kembali sebelum Engkau memanggilku. Agustinus telah mengatakan kepadaku lewat sebuah buku tebal yang dibelikan ibukku ketika aku setiap hari masih mendengarkan kata-kata-Mu. Buku itu mengatakan bahwa Agustinus ingin dijadikan murni tapi tidak sekarang.
Aku sekarang sedang meminta berkatmu walaupun aku sangat jauh dari padamu dan aku yakin bahwa Kamu tak menjauhiku. Semoga aku bisa memetik untuk memanen dari hal baik yang sudah aku lakukan. Mungkin aku terdengar berengsek tapi menjadi berengsek pun tak selamanya berengsek. Aku teringat lagi tentang seorang ayah yang jahat tetapi tak mungkin memberi ular kepada anaknya yang meminta roti.
Semua masa laluku masih terpatri kuat di dalam diriku dan tak mungkin akan tercabut. Oleh sebab itu aku mengatakan bahwa aku akan kembali. Aku pasti kembali. Jangan tinggalkan aku. Aku meminta kepada Kamu dan kamu.
Sabtu, 22 Agustus 2015
Aku Rindu Memalunmu
Sudah kukatakan berulangkali bahwa aku rindu memalunmu seperti ular yang sedang memalun ranting pohon. Tidak harus memalun tubuhmu untuk mengobati kerinduanku. Memalun lenganmu dengan jemariku saja sudah cukup untuk menarik lagi tetesan air mata kerinduan ke dalam kelopak mata.
Aku mudah sekali rindu tapi aku terlalu kuat untuk tidak mengakuinya. Kemudahan dengan sesuatu yang kuat memang sangat mudah terkalahkan.
Namun sekarang, aku benar-benar menjadi kalah dengan kemudahan karena aku telah mengakui kelemahanku. Kekuatanku telah sampai pada kerentaannya untuk menahan semuanya.
Jumat, 21 Agustus 2015
Pintu Kegelisahan Tetap Terbuka
Memasuki sebuah kegelisahan untuk membuat pikiran dan perasaan meledak hingga melakukan sesuatu menjadi suatu hal yang ditunggu-tunggu. Kegelisahan selalu berlindung pada setiap ketakutan dan setiap orang memiliki ketakutannya masing-masing. Lalu kegelisahan pun sudah pasti ada dalam setiap orang.
Sekarang yang aku butuhkan adalah berkenalan dengan kegelisahanku yang sedang berlindung pada ketakutanku. Lalu aku akan membawanya pada keberanian. Kemudian sudah pasti kegelisahan akan hilang bersamaan tempat berlindungnya.
Semua berawal dari kegelisahan yang harus ditanggapi dan bukan untuk menjadi pasrah.
Kamis, 20 Agustus 2015
Seperti Anak Kecil Mencari Malam
Seperti seorang anak kecil yang mencari malam sejak pagi akhirnya menemukan setelah pencarian selama dua belas jam!
Waktunya akan tiba. Kamu dan aku hanya perlu berpetualang selama waktu yang sudah ditentukan. Anak kecil yang mencari bintang sejak pagi hari dan setelah dua belas jam kemudian yang dicari akhirnya diketemukan.
Anak kecil itu mencari dengan penuh kuat hati. Dia melewati terik siang yang menyengat dan petang yang penuh khayalan tentang ketakutan dan kegelapan. Dia ingin lari dari kegelapan itu dan justru di kegelapan malam dia menemukan pencariannya. Bintang terpampang di hadapannya.
Dia tidak menyesal dengan petualangannya walaupun tanpa berpetualang melewati terik dan petang, bintang juga akan datang. Namun karena petualangannya, dia bisa merasakan indahnya bintang. Rasa lelah dan semangat perjuangannya telah menaruh rasa sayang pada bintang di puncak hatinya.
Rabu, 19 Agustus 2015
Banyak Perang dalam Satu Tubuh
Satu tubuh yang sedang mengalami dilema.
Aku pernah kebingungan luar biasa jika ditanya tentang kepentingan utama. Aku berkedip-kedip saja tak tahu menjawab apa jika ditanya tentang sebuah pilihan. Aku sering berperang tapi takut mengorbankan salah satunya.
Peperangan di dalam satu tubuh seringkali terjadi karena semua tak bisa kukendalikan dan memang harus ada yang kulepas. Sedangkan melepas sesuatu yang sudah pernah dipelihara bukanlah pilihan yang mudah. Rasanya ingin semua yang ada di dalam tubuh dapat terpenuhi.
Seringkali tak berdaya jika harus mengambil satu keputusan yang tepat karena harus mengorbankan keputusan yang lainnya. Begitulah tubuh punya cerita peperangan di dalamnya.
Menangkanlah yang seharusnya.
Selasa, 18 Agustus 2015
Mempertanyakan Keberhasilan Meniadakan Perjuangan
Jika perjuanganmu sudah keras. Namun juga belum datang. Berusahalah lebih keras lagi.
Jika juga tak datang. Tidak menjadi masalah bagimu. Perjuangan tanpa imbalan sudah cukup untuk membuatmu bertahan menjadi manusia.
Mempertanyakan keberhasilan dan meniadakan perjuangan bukanlah manusia yang sebenarnya. Aku tidak menyebut diri sebagai manusia dan yang lain adalah batu karang yang hanya bisa menunggu ombak datang mengikisnya lalu roboh pada saatnya lalu hilang dari lautan. Hilang dari bumi.
Keberhasilan adalah idaman semua orang. Namun berhasil dalam hidup lebih penting dari segalanya. Perjuangan sudah cukup membuatmu berhasil dalam hidup. Jika ada yang lainnya yang datang padamu karena berjuang, anggaplah itu adalah hadiah yang kamu kamu bungkus sendiri saat kamu buta.
Lebih baik sekarang, tanyakan perjuangan dan lakukan perjuangan. Hal itu sudah cukup menjadikanku manusia. Kamu mungkin juga demikian.
Senin, 17 Agustus 2015
Film Horor Kalah Horor dengan Kisahmu
Sudahlah. Perayaan hari ini menjadi tanda perjuangan ditabuh dan dikumandangkan untuk menjadikan diri berkembang lebih lagi. Seimbang secara daya pikir dan gerak.
Dimulai dengan menonton sebuah film horor yang tidak sehoror kisah yang sedang aku jalani. Mungkin juga kamu alami. Jeritan terhadap film horor hanyalah jeritan terkejut tiba-tiba dan sifatnya hanya sementara. Ketakutan yang dibuat oleh sebuah pertunjukan. Sedangkan kisah ketakutan masa muda terus saja membayang di dalam kepala yang setiap hari juga bekerja untuk mewujudkan berbagai harapan.
Sungguh horor. Ketakutan yang diciptakan sendiri lebih horor daripada film horor yang diharapkan untuk menakuti.
Minggu, 16 Agustus 2015
Setelah Perayaan adalah Perjuangan Lagi
Apa yang harus aku perjuangkan. Setiap orang memiliki perjuangannya sendiri-sendiri dan perayaannya masing-masing. Tidak ada yang salah juga dengan hal tersebut.
Suatu sore yang riuh. Kulihat ribuan kepala berada dalam satu tempat. Ramai sekali dan riang sekali. Mereka lupa akan segalanya dan yang ada hanyalah perayaan. Memang lebih baik demikian. Rayakanlah dengan semaksimal mungkin selama itu dalam perayaan. Setelah itu fokuslah pada perjuanganmu untuk merayakan perayaan atas perjuanganmu. Begitulah seterusnya.
Puncak dari yang ada tidaklah ada. Selama jiwa masih melekat pada raga. Merayakan perjuangan sampai selesai.
Sabtu, 15 Agustus 2015
Takut Kehilangan Rasa Takut
Aku hanya takut jika aku kehilangan rasa takut.
Kamu pasti akan senang jika rasa takutmu hilang. Aku pun juga. Kadang aku harus berusaha keras untuk menghilangkan rasa takut. Pada mulanya ketakutan membuat diri bergetar dan tidak lepas bebas dalam melakukan sesuatu. Rasa takut membuat diri terbatas. Akan tetapi kehilangan rasa takut bukanlah suatu alasan yang tepat untuk sanggup bertahan.
Justru ketika rasa takut berjalan bersamaku. Seluruh kekuatanku meloncat. Rasa takut menjadikanku berani. Sesungguhnya aku memang harus berjuang bersama ketakutan. Sekarang aku merasa takut jika rasa takutku hilang. Tidak ada lagi yang bisa meloncat dari diriku ketika ketakutan itu pergi.
Akhirnya aku hanya menjalani semuanya biasa-biasa saja. Ketakutanlah yang membuat manusia ada untuk berjuang dan bukan menjalani hari biasa-biasa saja. Luar biasa yang kutunggu-tunggu.
Jumat, 14 Agustus 2015
Kita Tak Reda oleh Hujan
Biarlah hujan yang lelah dan putus asa menunggu.
Karena kita tak pernah reda oleh hujan.
Suatu ketika di hari yang istimewa dan keistimewaan yang melebihi istimewanya sebuah hari. Hujan deras menerpa namun tidak lebih deras daripada hujan ketakutan dan kerinduan yang ada di dalam diri. Bahkan petir pun kalah menakutkan dari pada itu.
Bukan sebuah jarak yang memisahkan kita tetapi perasaan memang selalu punya cara untuk mendekat dan menjauh seberapapun jarak yang ada. Seandainya hari itu bukanlah hari yang istimewa? Mungkin jarak hanya menjadi sebuah jarak yang tak memberi arti kerinduan tentang hangatnya kedekatan kita.
Pertemuan itu sungguh menjadi bukti bahwa kita tak pernah reda oleh hujan. Seandainya saja hujan sanggup berceloteh, mungkin hujan akan mengeluh sepanjang tahun dan tak membasahi kehangatan kita yang membuat keadaan kita menjadi menggigil.
Sekarang...
Di belahan rasa yang berbeda semoga semangatmu juga tak pernah reda oleh hujan apapun yang ada.
Aku pun telah mencoba tak reda oleh semua ini.
Karena kita memang tak pernah reda oleh hujan.
Kamis, 13 Agustus 2015
Berkibar karena Terpaan Magismu
Kembali ke Yogyakarta dan sudah berkali-kali aku harus seperti ini dengan kuda besi selama di perjalanan. Akan tetapi kali ini benar-benar berbeda. Kulihat bendera di jalanan yang berkibar mengibarkan semangatku yang sepertinya mulai redam oleh berbagai macam pikiran.
Kupacu kuda besiku bersama sebuah harapan yang terus kupelihara agar bisa berbuah sampai pada waktunya. Kibaran bendera membuatku sadar bahwa ada gerak luar biasa di sekelilingku.
Aku pun ingin tahu segala perasaanmu setelah kamu mengibarkan seluruh bendera yang ada di dalam diriku dengan terpaan magismu. Bahkan jarak luar biasa jauhnya tidak menjadi penghalang bagi kekuatan magismu.
Rabu, 12 Agustus 2015
Permainanmu Sungguh Cantik Tentang Dosis
Sungguh cantik permainanmu sekarang. Kamu bisa menjaga ritme dan kamu bisa mengolah obrolan ini dengan luar biasa. Aku pun baru menyadari bahwa kamu telah memberi obat dengan dosis yang sangat akurat setiap harinya. Aku lebih menyukai hal itu daripada kamu mencekokiku dengan obat-obatan agar aku melayang lalu kamu tinggalkan diriku di kala aku terbang.
Aku lebih menganggap ini semua adalah vitamin yang selalu menjaga diriku tetap sehat dan kuat. Ini bukan obat yang biasanya. Obat yang diberikan ketika diri sakit dan terluka.
Sekarang aku sangat suka dengan permainanmu yang menurutku tak ada canda di situ. Sungguh cantik. Secantik dirimu.
Selasa, 11 Agustus 2015
Menyusuri Labirin Sampai Diri Selesai
Jalan kehidupan selalu bercabang dan terkadang tidak pernah diketahui yang terbaik seperti apa. Menjalaninya saja juga bukan suatu yang bijaksana. Selalu dihidangkan pilihan yang membingungkan karena dari pilihan itu tidak tahu akhirnya akan sampai mana. Seperti berjalan pada sebuah labirin.
Mungkin, aku bisa membayangkan jika aku memilih jalan ini akan sampai pada ini dan memmilih hal itu akan sampai pada itu. Namun, bayangan manusia bukanlah bayangan kepastian tapi menyusurinya dan terus berharap adalah sebuah tindakan yang perlu dipahami.
Aku hanya berharap sanggup menyusuri labirin sampai diri selesai dengan penuh jiwa dan raga sampai suatu titik yang tidak kuketahui. Apa yang terjadi di depan hanya akan kuketahui ketika kakiku kulangkahkan dan pembelajaran dari jalanan yang penuh cabang. Banyak hal yang di luar kemampuanku tetapi menjalaninya dengan penuh kemampuan bukanlah kesalahan.
Senin, 10 Agustus 2015
Menyuak Perasaanmu Aku Tak Mampu
Menyuak maksud dan makna sebuah cerita setara sulitnya dengan menyuak rasa yang kau punya. Kedalaman setiap orang siapa yang mengetahui. Bahkan, pemiliknya pun belum tentu paham dengan dirinya sendiri. Mungkinkah kan kuketahui segala rasa yang kau punya? Hanyalah cerita mustahil jika aku bisa melakukannya.
Rasamu sering kau pendam dan kau tinggalkan pergi berjalan. Sehingga terkadang kau lupa tempat mengubur perasaanmu ketika suatu waktu kau ingin menggalinya. Terkadang yang terbaik untuk saat ini sebenarnya adalah buruk untuk kemudian hari. Tak seorang pun mengerti tentang kebaikan dan tak seorang memahami perasaan orang lain.
Biarlah rasa itu menjadi bagian yang tak perlu diterjemahkan dan biarlah rasa tak perlu dibaca untuk dipahami. Biarlah rasa menjadi rasa yang menghubungkan perasaanku dan perasaanmu.
Minggu, 09 Agustus 2015
Pandangan Pertama dan Pengaruh Selamanya
Kamu melempar hebat bola yang ada dalam genggaman tanganmu. Saat itu juga kamu melempar pengaruhmu padaku. Sepertinya pengaruhmu yang membuat beberapa orang terpesona dengan kemampuan kedua tanganku.
Pertama kuinjakkan kakiku kulihat dirimu sedang asik memainkan si kulit bundar di lapangan itu. Kauikat rambutmu dan kautusuk dengan sesuatu. Pemandangan paling indah di hari itu. Seulas senyummu dan tawamu kepada kawan-kawanmu terekam oleh kepalaku. Mungkin menyentuh rasaku.
Pengaruh pertamamu membuat tangan kiriku yang semula mati. Sekarang mulai hidup. Setidaknya aku bisa menuliskan kata-kata dalam sebuah buku dengan kombinasi dari kedua tanganku. Memang benar sensasinya sangat berbeda. Nuansanya begitu terasa. Aku pun mulai bisa menggoreskan warna pada kertas dengan bentuk-bentuk yang seadanya. Tak terasa sudah 8 tahun aku menggunakan tangan kiriku walaupun masih terbata-bata. Kuingat tahun pertama itu membuatku seperti anak kecil yang belajar menulis angka dan abjad.
Di tempat yang dulu pernah kita singgahi selama 3 tahun. Aku terasa sangat malu bila berpapasan muka denganmu. Rasanya selalu ingin menghindar walaupun beberapa kali tatapan itu juga tak terhindarkan. Seandainya sekarang kau ada dihadapanku, sudah pasti kucubit kuat-kuat pipimu tapi dengan seizinmu tentunya.
Ada kalanya aku mengganggu hidupmu. Ingatkah saat pagi aku datang kerumahmu dan kurasakan takut luar biasa hanya untuk memintamu memindahkan tulisan dalam buku menuju lembaran elektronik.
Aku juga pernah memberi sesuatu yang sangat seadanya dengan segala kemampuan yang aku punya. Mungkin itu juga sudah masuk ke dalam keranjang berisi benda-benda yang hendak dibuang. Sebenarnya itu hanyalah awal dari ucapan terima kasihku atas pengaruhmu walaupun kamu tak berniat mempengaruhiku.
Setelah 3 tahun itu. Aku tak lagi menatapmu dengan rasa malu dan takutku karena tatapan nyata memang tak ada. Tapi kamu juga tak hilang dari tatapanku. Pengaruhmu telah menjadi bagian dalam diriku yang tak akan kulepaskan.
Banyak kisah dan kurasa tak akan kukisahkan semua. Terpenting ucapan terima kasihku bisa sampai ke dalam relung hatimu teman. Selamat Ulang Tahun.
Semua doa baik yang kau minta akan terkabulkan.
Sabtu, 08 Agustus 2015
Geronyot Jantungku Menatap Wajahmu
Marilah kita saling menunduk dan berlomba meneteskan air mata.
Kita terpisah dan bersatu karena sebuah meja. Mungkin hanya punggung kita yang merasa kecewa karena tak bisa saling menatap dan menyapa. Lampu yang temaram menambah suasana yang tak tahu berada di ruang mana. Semua bercampur dan tersembunyi di dalam diri kita masing-masing.
Hanya raut wajahlah yang menjadi penanda suasana hati kita. Sudah tak bisa lagi berucap tapi di dalam sedang berkata-kata. Tanpa titik dan koma. Penuh dengan tanda tanya tentang sebuah hubungan yang tidak bisa tergambarkan lewat untaian kata dalam paragraf deskriptif.
Geronyot jantungku menatap wajahmu. Mungkin kamu pun begitu karena kita sedang dalam situasi yang sama dan raut muka yang tak ada bedanya.
Marilah berlomba kita meneteskan air mata.
Jumat, 07 Agustus 2015
Menyeludupkan Cinta Menyelinapkan Lakuan
Setiap orang punya nafsu untuk diketahui cintanya dan diketahui lakuannya. Dia ingin terlihat baik saat itu juga dan saat di dunia. Sehingga dia menjadi lebih fokus diketahui orang-orang daripada fokus terhadap cinta dan lakuan itu sendiri.
Biarlah aku terlihat seperti bandar narkoba dan mafia yang menjajakan pantat wanita tapi dalamku penuh cinta dan lakuan. Biarlah orang menganggapmu penuh serabut seperti buah rambutan tapi dalammu halus penuh kemanisan. Daripada luarmu halus dan hijau segar seperti buah kedondong tapi dalammu berserabut dan penuh kekecutan.
Aku pun masih berjuang untuk menyeludupkan cinta dan menyelinapkan lakuan. Tuhan yang akan membayarnya bukan manusia.
Kamis, 06 Agustus 2015
Tekanan Sepadat Pantatmu
Tanpa tekanan kamu pun akan terus tenggelam di dasar laut. Tekanan membuat kamu mengapung dan berenang menjadi mudah karena tekanan dari dalam. Aku pun sangat percaya bahwa tekanan dari dalam diri bisa menjadikan diri lebih berada di atas karena dirilah yang paling mengerti dirinya seberapa kuat diri ini.
Tekanan yang padat mengingatkanku ketika menekan pantatmu. Terasa sekali padat dan aku pun senang bersentuhan dengan itu. Tekanan menjadikanku menikmati cinta dan hidup. Maka jangan heran setiap manusia pasti pernah merasakan tekanan namun jangan sampai tertekan dan menjadi diri yang luruh ke dasar lautan.
Ada pula seorang yang bisa berkarya jika dalam tekanan karena dari tekanan aku pun merasakan kehangatan karena kedekatan. Penting sekali menikmati tekanan dengan cinta menekan. Seperti ketika jemariku menekan padatnya pantatmu.
Rabu, 05 Agustus 2015
Setajam Pisau dan Kesesuaiannya
Hampir setiap perkara. Aku membutuhkan kata. Aku bisa mengantar makna hingga melahirkan maksud. Kata menjadi senjata utama dalam medan laga yang sedang kuhadapi. Bahkan, aku mengarungi hidupku dengan kata. Lewat kata, aku bisa berkata-kata dan bertahan.
Aku mulai membayangkan dunia tanpa kata. Bolehlah kamu memuja gambar tapi kata telah menjadi perwakilan manusia yang tak tergantikan. Hampir segalanya membutuhkan kata dan kata telah rela menjadi sahabat bahkan budak yang paling setia terhadap pikiran dan rasa manusia.
Kata bisa menjadi sangat tajam dan mampu membelah segala perkara. Akan tetapi ketajaman kata harus digunakan tanpa mengabaikan kesesuiannya.
Selasa, 04 Agustus 2015
Kamu Menjadikan Aku Lebih Aku
Sepertinya celotehku menjadi kosong tanpa makna semenjak kau tak mengisi ruang ini.
Sepertinya liarnya pikiranku tak lagi terkendalikan semenjak rimba imajinasi tak kujalani denganmu. Sepertinya rasaku kalut semenjak tak pernah ada waktu untuk mencurahkan semua itu.
Sepertinya gerakku hanyalah gerak palsu semenjak kekuatan pengaruhmu berhenti.
Sepertinya ini adalah semenjak itu.
Kau menjadikan aku lebih aku. Bukankah sebenarnya diriku yang asli itu terus berkembang keasliannya. Bukankah manusia akan terus berkembang dalam pribadi sehingga sampai disebut diri yang sebenarnya. Berkatmu, aku menjadi semakin asli dalam perkembangannya dan tanpamu kurasakan diriku beranjak menuju kepalsuan yang tidak aku inginkan melekat pada diriku.
Kamu telah menempaku tanpa sentuhan. Bahkan, lirikan matamu pun mampu menggerakkan tanganku untuk meraih semua cita yang sudah kubangun. Tinggal kubangunkanlah lakuan ini. Sungguh kamulah bagian yang menjadi bagian terpenting dari keaslianku. Kamu menjadikan aku lebih aku.
Di manakah kamu letakkan dirimu sekarang?
Senin, 03 Agustus 2015
Menahan Sakit Sudah Biasa
Lebih baik aku menahan karena tertahan bukan jati diriku. Aku bukan terlahir untuk menjadi tahanan. Kamu pun bukan? Kalau pun ada yang tertahan itu karena aku sedang menahan.
Menahan sakit sudah biasa. Semenjak mulut belum bisa mengucap kata yang bermakna walaupun bermaksud. Akan tetapi menahan sudah terlatih. Lama-kelamaan menahan menjadi sebuah ritus dalam ritual kehidupan. Apalagi keinginan menggelumbung.
Rasa sakit sudah menjadi semacam es dalam minuman buah. Kurang segar rasanya jika rasa sakit tak pernah datang.
Sekarang semua harus tahu bahwa menahan sakit adalah hal yang biasa karena hampir setiap hari. Bahkan tiap menit bisa saja rasa itu mengunjungi layaknya sahabat karib dan yang jelas menjadi diri semakin kuat. Menahan sebagai penguasa diri lebih terhormat daripada sebagai tahanan rasa.
Minggu, 02 Agustus 2015
Catatan Perjalanan ke Atas
Sebuah perjalanan yang menurutku beranjak ke atas namun tetap tak kuketahui sampai atas mana. Sampai saat ini aku masih percaya atas.
Keelokan alam dari dasar lautan hingga tak terhingga bergerak vertikal. Semua menyajikan keindahan yang tak pernah tangan manusia manapun membuatnya. Memang selama ini hanya perjalanan datar yang kunikmati.Kemungkinan hanya manaiki bukit lalu menuruninya. Lalu hanya gelombang jalanan.
Baru kusadari bahwa diri ini juga berjalan dan beranjak ke atas berkaitan dengan hari ini tak akan kujumpai lagi keesokan harinya. Tak ada yang serupa. Rupanya aku mulai meninggalkan itu semua untuk terbang entah ke mana sayap ini mengepak. Ke atas tentunya dan tak pernah kumengerti sampai mana.
Sabtu, 01 Agustus 2015
Meliuk Menerobos Celah Sempit
Kuingin terus meliuk-liuk. Biarlah orang berpikir bahwa kumengeliat seperti cacing yang kepanasan. Pandangan itu memang tak pernah kupikirkan sembari kuteruskan liukanku untuk bergerak dan mencari celah dan menghidupi seni dalam lakuan.
Air pun mampu menembus dinding kamarku.
Keringat pun mampu keluar dari pori-pori kulitku.
Sampai saat ini aku masih percaya bahwa banyak hal bisa ditembus dan aku hanya perlu menembus satu hal saja untuk bisa bertahan dari sesuatu yang mungkin tak tertahankan karena tidak pernah melatih pertahanan. Satu hal yang membuat kemalasan hinggap dalam darah yang sedang menelusuri sekujur tubuh. Kemalasan menjadi diri tak punya liukan dan wajar bila datar menjadi keseharian.
Semakin kumeliuk. Kusemakin mengerti celah yang bisa kuterobos.