Monster dan Kasih Sayang

Monster dan Kasih Sayang
Masih Menghisap Kasih Sayang Ibu Padahal Sudah Menjadi Monster

Kamis, 02 Juli 2015

Mengais Duka untuk Mengolah Rasa

Matahari menyinari dan bulan menaugi. Perpindahan waktu menjadi pertanda dinamika rasa. Siang hari aku harus menjamah setiap kegiatan yang akhirnya menjadi keharusan. Malam hari aku berdiam diri sementara pikiran tak pernah lelah berlari. Siang hari tanganku harus bergerak meraih sedangkan malam hari kekalutan pikiranku mengais makna yang masih tercecer dan bertumpukkan dengan hal lainnya.

Semakin duka mengayomi hidupku semakin makna itu merasuk dalam tubuhku. Sakit dan lelah sudah pasti. Aku tidak bisa mengelak lagi. Malahan akulah yang sering tersungkur untuk menghadapi semua itu. Duka telah mencipta aku. Lelah telah menjadikanku sejenak beristirahat untuk menjadi kuat. Menikmati setiap duka sembari mengolah rasa.

Aku yakin setiap orang punya dukanya sendiri-sendiri. Tidak mungkin bisa terus bertahan dalam suka. Tapi menjalani duka dan suka dengan semestinya semakin membuatku merasa manusia. Banyak orang bergerak karena duka menyelimuti dirinya. Walaupun tak sedikit pula yang hancur karenanya. Perkara apapun selalu mempunyai sudut bahagianya ketika aku bisa memetiknya.

Menjalani hari dari sudut bahagia adalah istimewa. Mengais duka dengan bahagia untuk memperoleh makna yang menjadikanku tetap manusia. Aku bisa mengolah rasa hingga merasa aku tetap ada dengan setiap hal yang memang seharusnya menjadi bagian dari manusia. Ijikanlah aku mengais duka untuk mengolah rasa hingga mencapai bahagia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar