Monster dan Kasih Sayang

Monster dan Kasih Sayang
Masih Menghisap Kasih Sayang Ibu Padahal Sudah Menjadi Monster

Rabu, 15 Juli 2015

Penjual Topeng Kebanjiran Pembeli

Senangnya wajah bisa ditutupi.

Penjual topeng kebanjiran pembeli karena hampir setiap waktu orang berganti topeng

Suatu terik di pasar topeng. Pengunjung berkerumun membawa sebuah karung dan tas-tas besar. Dia rela mengeluarkan apapun yang dia punya untuk membeli topeng. Sangat penting untuk dirinya dalam kehidupannya. Penjual pun kebingungan karena ramainya. Padahal dia juga harus sering-sering mengganti topengnya.

Aku terkagum padanya. Terkagum pada dirinya.
Aku cinta dirimu. Bukan cinta topengmu. Seandainya kamu masih gemar memakainya. Sudah pasti tak kan kucintai kamu. Buat apa harus cinta kepada topeng?

Seiring berputarnya waktu. Sore hari kala itu. Kududuk di samping sebuah lemari kayu tak berpintu. Tak kusangka aku pun menyimpan topeng. Aku lupa. Begitu banyaknya melebihi kemejaku. Apakah aku pernah memakainya?

Waktu memperbanyak topengku. Aku ingin menguranginya dan membuangnya. Tapi apa daya. Sudah banyak yang tak menghargai perbedaan wajah. Tidak sanggup saling menghargai perbedaan dan bisa saja aku akan mendapatkan banyak masalah jika kucoba melepaskan. Orang lain senang ketika diriku berwajah sama dengannya.

Aku tidak tahu. Apakah ini topeng ataukah penempatan. Namun yang pasti aku ingin menunjukkan wajahku yang sebenarnya dan terus berkembang menjadi wajah yang selanjutnya. Jelas itu berbeda dengan berganti-ganti penutup muka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar