Monster dan Kasih Sayang

Monster dan Kasih Sayang
Masih Menghisap Kasih Sayang Ibu Padahal Sudah Menjadi Monster

Sabtu, 11 Juli 2015

Pengagum Getaran Gendang Telinga

Diriku tanpa gendang telinga yang bergetar adalah sia-sia. Beruntunglah jika getaran itu masih terasakan dan bukan hanya dianggap sebagai reaksi pada bagian tubuh belaka yang tak berarti apa-apa.

Suatu suara dari manapun sumbernya adalah aksi yang pantas untuk diberi reaksi. Paling tepat ketika gendang telinga bergetar hingga mengirim sinyal ke kepala dan merasuk ke dalam ruang jiwa. Lalu jiwa yang terbalut daging dan kulit ini bergerak untuk melakukan sesuatu. Susahnya memang tiada tara untuk menjadi pemilik reaksi yang semestinya. Getaran gendang telinga menunjukkan bahwa aku masih bisa mendapatkan sesuatu dari suara maupun nada.

Reaksi gendang telinga memang luar biasa dan tanpa kontrol dari pemiliknya. Apapun suara itu mampu menyentuh dan menggetarkannya. Membuatku terkadang tak kuasa untuk menahan suara-suara yang tidak aku inginkan. Begitulah gendang telinga bekerja tanpa pandang bulu dan tanpa tebang pilih.

Dari sebab itu aku mengagumi gendang telinga yang mampu menerima apa saja. Lalu diri ini harus siap apapun sinyal yang sampai ke kepala dan masuk ke dalam ruang jiwa. Apakah diri ini siap apapun sinyalnya? Itu yang menjadi tugasku untuk membuat sinyal itu menjadi buah-buah yang berguna untuk siapa dan apa saja.

Musuh gendang telinga hanya diri yang maunya berbicara sendiri tak menghargai dan pikiran liar yang menjalar menjauhi realita ketika gendang telinga bekerja.

Getarkanlah gendangku untuk membantu gerak tubuhku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar